Presiden Jokowi Baru Mencanangkan Pengembangan Medical Tourism di Indonesia, Mantan Ketua IDI: Sudah Terlambat

Kamis, 27 Januari 2022 | 14:54 WIB
Presiden Jokowi Baru Mencanangkan Pengembangan Medical Tourism di Indonesia, Mantan Ketua IDI: Sudah Terlambat
Presiden Jokowi di tengah-tengah agenda Rumah Sakit (RS) Internasional Bali yang terletak di Kawasan Wisata Sanur, Kota Denpasar, Bali, pada Senin (27/12/2021). [BPMI Setpres]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Ilham Oetomo Marsis mengatakan, Indonesia tidak masuk peringkat dalam Indeks Medical Tourism yang dilakukan oleh International Health Care Research Center periode 2020-2021.

Ilham menuturkan, penilaian Indeks Medical Tourism yakni dilihat dari teknologi kedokteran yang mumpuni,  daya tarik destinasi wisata, keamanan dan kualitas perawatan.

"Kalau kita melihat di sini kan ada menduduki tempat nomor satu dan Indonesia tidak terlihat dalam daftar yang terlampir," ujar Ilham Pra Muktamar IDI XXXI secara daring, Kamis (27/1/2022).

Ilham mengemukakan, Singapura menduduki posisi kedua, sedangkan Thailand berada di posisi ke-17.

Baca Juga: Gandeng Unair, Pemkot Surabaya Mulai Siapkan Layanan Aplikasi Wisata Medis

Ia pun menyoroti langkah terobosan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membangun RS Internasional di Bali dalam hal pengembangan medical tourism. Harapannya warga Indonesia tak perlu berobat ke Singapura, Malaysia, Jepang, Amerika Serikat dan negara lainnya.

Menurutnya langkah Jokowi tersebut terlambat mengembangkan medical tourism di Indonesia. 

"Upaya yang maksimal, kita harapkan 2 juta orang Indonesia ke luar negeri setiap tahunnya yang mengeluarkan dana Rp 97 Triliun itu akan berobat di dalam negeri, misalnya tidak berobat di Singapura, Malaysia Jepang atau Amerika Serikat dan apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi, saya menganggap terlambat," ucap dia.

Pasalnya, kata Ilham, negara tetangga seperti Filipina, Singapura sudah melakukan upaya -upaya yang intens terlebih dahulu. Bahkan kata dia, medical tourism di negara tetangga, berkembang dengan baik meski di tengah pandemi.

"Pada tahun 2017 dan kita melihat bahwa dengan kemajuan yang dilakukan, mengakibatkan medical tourism di negara-negara tersebut, tetap berkembang dengan baik, walaupun pada masa pandemi, yang sedikit terhambat dan tentunya bagi kita , yang penting adalah bagaimana melakukan pengaturan lanjut, tentang kebijaksanaan ini," tutur Ilham.

Baca Juga: Jadi Proyek Percontohan, Kota Surabaya Bakal Luncurkan Wisata Medis Bulan Ini

Karena itu, ia menilai perlu disiapkan suatu teknologi maju untuk pelayanan  dalam bidang medical tourism. Menurutnya medical tourism adalah suatu peluang yang besar dalam mengembangkan perekonomian di suatu negara.

"Misalnya keuntungan yang diperoleh 2016 di lingkup dunia adalah mencapai USD 61 billion , dan seandainya 2023 di estimasi  tentu dengan perhitungan yang diperoleh adalah USD 165 Billion " kata dia.

Ia pun mencontohkan Singapura yang memperoleh keuntungan medical tourism di tahun 2016 sebesar USD 1,5  Billion dan bertambah setiap tahun 13,6 persen.

"Jadi tentunya kalau kita bicara tentang medical tulisan, tentunya kita harus mempunyai kemampuan pelayanan high technology dan nuansa lokasi. Nah itu sudah dimuat dalam undang-undang pendidikan kedokteran baru  pasal 43-44, pasal 69,pasal 58 -60, pasal 60- 61 dan pasal 21 22," papar Ilham.

Sehingga kata Ilham, untuk mendapatkan keuntungan dari medical torurism, perlunya meningkatkan kemampuan teknologi yang terkini atau high technology, bedah robotik hingga mata.

"Kalau kita melihat apa yang dapat kita jual, komoditas kesehatan Indonesia dengan syarat harus meningkatkan kemampuan high teknologi yang pertama adalah bedah robotik, bayi tabung Kemudian bedaf saraf dan dental dan kedokteran estetika dan mata. Tentunya diperlukan juga alat alat, misalnya kami di RS Bunda menggunakan merek Da-vinci," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI