Suara.com - Tim Advokasi Bersihkan Indonesia mengajukan surat permohonan rekomendasi penghentian perkara ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkait kasus yang menjerat dua aktivis HAM, Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar, Kamis (27/1/2022) hari ini.
Sebab, mereka menilai jika laporan yang dibuat oleh Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan merupakan bentuk pemidanaan yang dipaksakan.
Kuasa hukum Haris Azhar, Muhammad Al Ayyubi Harahap menyebut, dalam surat permohan rekomendasi itu, mereka turut melampirkan hasil riset berjudul "Ekonomi Politik Penempatan Militer di Intan Jaya" yang menyeret Luhut. Dia menyebut, hasil kajian itu tetap berdasar pada fakta, analisis, dan evaluasi.
"Hasil kajian itu pun juga sudah kami berikan kepada kejaksaan. Nah kemudian apakah itu pendapat yang didasarkan fakta, analisis dan evaluasi? Ya benar," ungkap Al Ayyubi di Kantor Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Baca Juga: Upaya Penjemputan Paksa Haris Azhar dan Fatia, Pengamat: Preseden Buruk Bagi Demokrasi
Atas proses hukum yang kekinian sedang berjalan, Al Ayyubi menilai jika prosesnya terkesan dipaksakan. Dengan kata lain, ini merupakan bentuk kriminalisasi dan pelanggaran hukum, khususnya soal Surat Keputusan Bersama (SKB).
"Yang di mana salah satu unsur di SKB itu adalah kejaksaan. Nah isinya kan begini penafsiran terhadap pasal di UU ITE itu di Pasal 27 ayat 3. Seingat saya isinya adalah itu bukan peristiwa pidana. Jika apabila itu adalah pendapat, kritik, hasil evaluasi yang memiliki kebenaran juga," sambungnya.
Dalam konteks ini, Al Ayyubi menilai jika seharusnya kepolisian patuh dan mengikuti SKB tersebut. Dia menyebut, pihaknya juga telah meminta pihak kejaksaan -- dalam surat permohonan rekomendasi -- untuk mengingatkan polisi jika kasus ini bukan suatu bentuk tindak pidana.
"Dan kami minta supaya walaupun ada pelimpahan ya jangan diterima berkas perkaranya. Kalaupun memang harus dipaksakan, ya seperti disampaikan rekan saya, bahwa kasusnya harus ditutup demi hukum," jelasnya.
Tim Advokasi Bersihkan Indonesia juga berpendapat agar seharusnya Kapolri mengedepankan proses mediasi dalam konteks laporan Undang-Undang ITE. Polisi, kata dia, seharusnya memanggil para pihak-pihak terkait.
Baca Juga: Diperiksa 6 Jam di Polda Metro Jaya, Haris Azhar-Fatia Maulidiyanti Dicecar 37 Pertanyaan
"Nah sampai sekarang kan belum ada mediasi kalau teman-teman mengikuti dari awal sampai sekarang. Yang ada adalah mengikuti selera Pak Luhut Binsar Pandjaitan," ucap Al Ayyubi.
"Kalau tidak ada mediasi artinya ada pelanggaran dari surat telegram dari Kapolri, intinya sih itu," pungkas dia.
Pidana Paksa
Kuasa hukum Fatia, Andi Muhammad Rizaldi mengatakan, kasus yang menjerat kliennya dan Haris bisa dimaknai sebagai pemidanaan yang dipaksakan atau sebagai bentuk kriminalisasi. Atas hal itu, Tim Advokasi Bersihkan Indonesia mengajukan surat permohonan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
"Tadi kami sudah menyampaikan surat permintaan dikeluarkannya rekomendasi pada jaksa atau Kepala Kejaksaaan Tinggi DKI Jakarta untuk mengusulkan kepada penyidik yang melakukan penyidikan untuk mengeluarkan suatu rekomendasi penghentian perkara," kata Andi.
Menurut Andi, apa yang dilakukan Fatia dan Haris dijamin menurut instrumen hukum dan juga dalam konteks hak asasi manusia. Selain itu, kajian yang disampaikan mereka berdua merupakan bentuk partisipasi warga negara dalam memantau jalannya pemerintahan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi.
Dalam surat permohonan itu, Tim Advokasi Bersihkan Indonesia juga menyampaikan bahwa secara hukum, kasus yang menjeraf Fatia dan Haris tidak layak untuk dilanjutkan. Sebab, tidak ditemukan peristiwa pidana di dalamnya.
"Kasus ini tidak layak untuk dilanjutkan karena tidak ada peristiwa pidana sama sekali dalam kasus ini," sambungnya.
Andi berpendapat, seharusnya pihak kejaksaan yang melakukan penelitian atas kasus ini bisa memberikan satu usul kepada penyidik untuk tidak melanjutkan kasus tersebut. Atau, lebih baik menghentikan kasus yang menjerat Fatia dan Haris.
Sebelumnya, polisi berupaya menjemput paksa terhadap dua aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti pada Selasa (18/1/2022) pagi tadi sekitar pukul 07.45 WIB. Namun, keduanya menolak dan menegaskan akan hadir langsung menemui penyidik Polda Metro Jaya, siang hari.
Sebagai informasi, lima anggota polisi dari Polda Metro Jaya menyambangi kediamanan Fatia dan ada empat polisi yang mendatangi kediaman Haris Azhar. Kedatangan pihak kepolisian ini dilakukan guna meminta keterangan Fatia dan Haris dalam hal laporan yang dibuat oleh Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.
Sekitar pukul 11.00 WIB, Haris dan Fatia pun hadir memenuhi panggilan penyidik. Mereka keluar sekitar pukul 17.47 WIB.
Haris menyebut ada 17 pertanyaan yang dilontarkan penyidik kepadanya. Sedangkan, Fatia sebanyak 20 pertanyaan.
"Saya 17, Fatia 20 dijumlah jadi 37," ungkap Haris.
Menurut Haris, pertanyaan yang dilayangkan oleh penyidik kebanyakan menjurus soal akun YouTube miliknya. Selain itu juga soal riset atau kajian terkait "Ekonomi Politik Penempatan Militer di Intan Jaya".
"Banyak soal akun YouTube saya. Lalu juga soal materi conflict of interestnya dan soal riset oleh sembilan organisasi," ujar Haris.
"Juga dipertanyakan terkait sumber-sumber riset ataupun data-data yang menyebutkan terkait dugaan keterlibatan Luhut Binsar Pandjaitan yang di mana itu sebenarnya sudah dijelaskan di dalam risetnya juga. Selain itu mempertanyakan terkait metodologi dan sebagainya yang itu tadi sudah dijawab melalui proses pemeriksaan," imbuh Fatia.
Berkenaan dengan itu, Haris juga menegaskan bahwa dirinya dan Fatia kali ini diperiksa dengan status saksi.