Suara.com - Sebuah film dokumenter memperkarakan peran militer Israel dalam pembantaian warga Palestina di Desa Tantura pada 1948. Tayangannya memicu kegaduhan publik, dan otoritas Palestina menuntut penyelidikan internasional.
Sutradara Israel, Alon Schwarz, mengakui dirinya sudah menyangka bakal mendapat hujan kecaman usai merilis film dokumenter tentang pembantaian warga Palestina di Desa Tantura tahun 1948.
Filmnya yang tayang perdana pada Festival Sundance pekan lalu itu berjudul "Tantura,” dan mengupas ulang episode kelam sejarah pembentukan negara Israel.
Tantura adalah sebuah desa pesisir Mediterania di barat daya Israel yang menjadi saksi pertempuran antara pasukan Arab dan Yahudi pada Mei 1948.
Baca Juga: Sebutkan Negara Incarannya, Israel Ingin Bangun Hubungan Diplomatik dengan Indonesia
Film karya Schwarz memotret sosok Theodore Katz yang mengumpulkan kesaksian mantan serdadu yang terlibat.
Pembantaian massal di Tantura menelan hingga 200 korban jiwa, menurut kesaksian mantan serdadu Israel.
Ia termasuk bagian dari gelombang pengusiran terhadap sekitar 760.000 warga Arab Palestina dari Israel.
Schwarz mengatakan dia menyadari film tersebut akan mengusik khalayak ramai. Namun, dia meyakini sekarang merupakan saat yang tepat untuk mengupas bagian pahit sejarah Israel.
"Saya adalah seorang Zionis,” katanya kepada AFP. "Saya mendukung Yahudi memiliki negara sendiri, tapi saya kira sangat kritis bagi kita untuk memahami sejarah sendiri.”
Baca Juga: Israel Ngotot Ingin Jalin Hubungan Baik dengan Indonesia dan Arab Saudi, Apa Kabar Palestina?
Sejumlah mantan serdadu yang diwawancara Schwarz mengakui adanya warga Arab di Tantura yang dibunuh di luar pertempuran.
Sebagian lain menyebut dugaan tersebut sebagai rumor. Kebanyakan membenarkan, hanya berbeda soal jumlah korban.
"Semuanya sunyi,” kata seorang veteran perang 1948, Yossef Diamant, di dalam film tersebut.
"Situasinya menakutkan... Saya tidak ingin membahas hal ini, tapi (pembantaian) itu terjadi.”
Selain keterangan saksi sejarah, para pembuat film juga melibatkan pakar untuk menganalisa tutupan tanah yang berubah di sekitar lokasi kejadian.
Temuan tersebut mengindikasikan adanya penggalian sebuah lubang besar. Terungkap, sejumlah warga dikubur di lokasi yang kini menjadi lapangan parkir di tepi Pantai Dor.
Kegaduhan publik Setelah film dirilis, Kementerian Luar Negeri Palestina menyerukan pembentukan "komisi pencari fakta” untuk menyelidiki "tindak kriminal dan pembantaian” yang dituduhkan terhadap militer Israel.
Harian kiri Israel, Haaretz, dalam editorialnya menuntut pemerintah membentuk "satuan tugas investigatif” terhadap peran militer.
Schwarz mengaku dirinya mengalami "kekacauan psikologis” ketika menginvestgasi peristiwa laknat tersebut.
"Saya adalah pria yang meyakini sudah tamat memahami realita historis kami, tapi saya sebenarnya dibesarkan dengan mitos,” terkait kejernihan moral negara Israel, kata dia.
Selama perang 1948, penduduk Palestina mengungsi dari kampung halamannya di kawasan pesisir dan sejumlah kantung pemukiman lain di dekat Dataran Tinggi Golan.
Mereka melarikan diri ketika kota atau desanya direbut pasukan Yahudi. "Membohongi diri sendiri bahwa wilayah ini sebelumnya tidak berpenghuni adalah tidak membantu,” ujar Schwarz.
"Asumsi itu adalah mitos yang ikut membangun negara ini dan saya kira kita harus realistis dan bersikap dewasa sebagai sebuah bangsa.” Adam Raz, sejahrawan Israel yang ikut membantu pembuatan film Tantura, mengatakan penolakan untuk membahas apa yang terjadi di Tantura bukan merupakan kepentingan nasional.
Menurutnya bangsa Yahudi dan Palestina akan hidup bersama "sekarang dan dalam 100 tahun,” tuturnya. "Jika kita ingin menuju rekonsiliasi, kita harus berurusan dengan masa lalu.” rzn/pkp (afp,dpa)