Suara.com - Dalam sidang lanjutan kasus dugaan terorisme, kubu Munarman, selaku terdakwa keberatan dengan keterangan yang disampaikan saksi dari Jaksa Penuntut Umum. Saksi itu berinsial B yang sempat menjadi panitia dalam acara pembaiatan berkedok tabligh akbar di pondok pesantren pimpinan Ustaz Basri, Makassar, Sulawesi Selatan pada 25 Januari 2015
B juga menjadi peserta dalam acara pembaiatan kepada ISIS yang berlangsung di Markas FPI Makassar sehari sebelumnya, 24 Januari 2015.
Dalam sidang, kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar bertanya pada B terkait peserta yang hadir dalam acara pembaiatan kepada ISIS -- yang kebetulan Munarman hadir juga sebagai pembicara.
Kepada B, Aziz mencoba memastikan, apakah para peserta itu merupakan anggota FPI atau bukan.
"Saudara tahu peserta itu dari FPI dari mana?" tanya Aziz.
"Dari atribut," jawab B.
Mendengar jawaban B, Aziz menyampaikan keberatannya. Sebab, munurut dia keterangan yang disampaikan B tidak berdasarkan Pasal 1 Butir 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Seharusnya, lanjut Aziz, B menyampaikan kesaksiannya berdasarkan fakta, bukan persepsi. Atas hal itu, Aziz keberatan dengan keterangan tersebut.
"Saksi fakta yang melihat atau mendengar langsung, bukan katanya, persepsi, perasaan. Faktanya tidak ada," kata Aziz.
"Saya tadi minta majelis hakim untuk mohon melihat isi BAP dan fakta-fakta yang ditanya JPU," ujar Aziz.
Didakwa Berbaiat ISIS
Sebelumnya, Munarman didakwa merencanakan dan menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme. Hal tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan tindak pidana terorisme yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (8/12/2021).
Dalam surat dakwaan yang dibacakan, jaksa menyebut bahwa Munarman pada medio 2015 terlibat dalam serangkaian kegiatan di beberapa tempat. Misalnya pada 24 dan 25 Januari 2015 dan beberapa kesempata di tahun yang sama.
JPU menyebut, Munarman terlibat kegiatan, misalnya di Sekretatiat FPI Makasar, Markas Daerah FPI Laskar Pembela FPI Makassar, dan Pondok Pesantren Aklaqul Quran Makassar. Selain itu, di Aula Kampus Universitas Islam Negeri Sumatra Utara.
Serangkaian agenda yang dihadiri Munarman itu, lanjut jaksa, dimaksudkan untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas. Bahkan, menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain.
JPU, dalam surat dakwaan yang dibacakan turut membeberkan cara-cara Munarman merencanakan dan menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme. JPU menyebut, Munarman, mengaitkan kemunculan kelompok teroris ISIS di Suriah untuk mendeklarasikan setia kepada Abu Bakar al-Baghdadi selaku Pimpinan ISIS pada 2014.
JPU melanjutkan, propaganda ISIS juga berhasil mempengaruhi beberapa kelompok di Indonesia. Misalnya pada sekitar tanggal 6 juni 2014 bertempat di gedung UIN Syarif hidyaatullah, Ciputat, Tangerang Selatan.
Atas perkara ini, Munarman didakwa melanggar Pasal 14 Juncto Pasal 7, Pasal 15 Juncto Pasal 7 serta atas Pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU Juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.