Faisal Basri hingga Din Syamsuddin Mau Gugat UU IKN ke MK, Anggota Pansus DPR: Kami akan Samina Wa Athona

Rabu, 26 Januari 2022 | 13:59 WIB
Faisal Basri hingga Din Syamsuddin Mau Gugat UU IKN ke MK, Anggota Pansus DPR: Kami akan Samina Wa Athona
Suasana Rapat Paripurna ke-13 DPR RI Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 yang beragendakan Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Ibu Kota Negara di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1/2022). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi II yang juga anggota Pansus RUU IKN, Guspardi Gaus, turut berkomentar soal rencana sejumlah tokoh dari mulai Ekonom senior Faisal Basri hingga Din Syamsuddin melayangkan gugatan judicial review atau uji materi UU Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Guspardi mengatakan, bahwa elemen masyarkat mempunyai hak untuk melayangkan gugatan tersebut. 

Menurutnya, terbuka ruang untuk masyarakat melakukan uji materi tersebut dan langkah tersebut merupakan hak rakyat yang dijamin UU. 

"Sebagai negara hukum itu dibenarkan oleh konstitusi. Kami tidak akan menghalangi dan melakukan intervensi pada pihak manapun yang menggugat hasil kerja DPR bersama pemerintah dalam menyepakati UU IKN," kata Guspardi saat dihubungi, Rabu (26/1/2022). 

Guspardi mengatakan, DPR dan pemerintah dalam pembahasan RUU IKN bersama pakar sudah sesuai dengan bidang keahliannya. Menurutnya, hal tersebut sudah menjadi bagian dari keterbukaan dan keterlibatan masyarakat. 

Baca Juga: Banyak Sejarahnya, Kenneth DPRD DKI Yakin Jakarta Tetap Jadi Daerah Istimewa Meski IKN Pindah

"Jadi kita membahas UU IKN itu tidak tertutup, melakukan secara terbuka, transparan dan memberikan ruang untuk dikritisi, masukan dan saran," ungkapnya. 

Selain itu, Guspardi mengklaim, pembahasan RUU IKN sudah disiarkan menggunakan sejumlah platform media sosial. Menurutnya, hal itu dilakukan agar masyarakat bisa melihat dan mengikuti proses pembentukan UU tersebut dengan transparan. 

Untuk itu, ia mengatakan, tugas DPR bersama pemerintah sudah selesai membahas RUU IKN ini. Jika masih ada kelompok masyarakat yang tidak puas dan menolak, kata dia, silakan diajukan uji materi ke MK. 

Terlebih jika masyarakat menilai UU IKN cacat formil. Apakah UU IKN sudah sesuai konstitusi atau tidak, itu merupakan kewenangan MK untuk memutuskannya. 

"Jadi, apa yang diputuskan Mahkamah Konstitusi nantinya harus dihormati oleh semua pihak. Kita akan sami’na wa atho’na (kami mendengar dan kami taat) atau kita akan ikuti apa yang menjadi keputusan MK," tandasnya. 

Baca Juga: Dikatai Sedeng, Rizal Ramli Ungkap Pujian Ruhut Sitompul Dulu: Penjilat

Untuk diketahui, Ekonom senior Faisal Basri berencana akan menggugat Undang-Undang Ibu Kota Negara melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi karena dinilai inkonstitusional seperti UU Cipta Kerja. 

Faisal mengatakan sebelum melakukan gugatan, pihaknya masih akan membuat petisi meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menandatangani pakta integritas agar berani bertanggung jawab jika proyek IKN ini gagal. 

"Sebelum ke MK karena kami tidak ada ahli hukum, nanti dari petisi itu ditandatangani banyak orang baru, lalu menjadi salah satu masukan buat judicial review," kata Faisal dalam diskusi Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat (21/1/2022). 

Petisi ini dibuat Faisal bersama planolog yang juga mantan jurnalis, Jilal Mardhani; guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra; dan pakar kebijakan publik, Agus Pambagio. Berikut isi petisi yang dibuat di  laman change.org:

"Memohon dan meminta kesediaan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, menanda-tangani pernyataan terbuka yang berisi kesediaan bertanggung-jawab terhadap keberlanjutan proyek tersebut. Jika karena satu dan lain hal, pelaksanaannya kelak dihentikan, terpaksa berhenti, atau tak mampu dilanjutkan lagi, maka bersedia untuk mengakuinya sebagai kekonyolan yang pernah dilakukan karena tak bersedia mendengar pendapat lain yang bertentangan. Juga merupakan sikap dan cara memimpin dan mengelola Negara yang tak patut ditiru oleh siapa pun." tulis petisi tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI