Suara.com - Polisi akan mendalami tujuan Wiyanto Halim (89) keluar rumah sebelum tewas dikeroyok massa karena dituduh sebagai maling di kawasan JIEP, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur pada Minggu (23/1/2022) dini hari.
Berdasarkan pernyataan pihak kelurga korban, Wiyanto Halim keluar rumah pada Sabtu (22/1/2022) sore. Tidak diketahui ke mana tujuan korban pergi saat itu.
"Tadi terkait dengan pertanyaan kenapa jam 02.00 dini hari seorang lansia mengendarai mobil sendiri. Ini tentunya kita akan mendalami itu terhadap keluarga korban," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan saat konferensi pers di Polres Metro Jakarta Timur, Selasa (25/1/2022).
Zulpan mengatakan, polisi rencananya akan melakukan pemeriksaan terhadap keluarga korban pada Selasa ini.
"Kemarin memang situasinya keluarga korban masih dalam situasi berduka. Hari ini rencananya akan datang ke Polres Metro Jakarta Timur untuk memberikan keterangan terkait apa yang ditanyakan tadi," jelasnya.
Gangguan Pendengaran
Sebelumnya, Bryana, putri Wiyanto Halim, mengaku pihak keluarga tidak mengetahui sang ayah meninggalkan rumah yang berada di Kalibata, Jakarta Selatan.
"Enggak (izin keluar rumah), karena biasanya papa cuma pergi sebentar ke satu tempat pulang. Atau enggak, biasanya pergi beli apa terus pulang. Enggak sampai yang begini malam," kata Bryana saat konferensi pers di Pluit, Jakarta Utara, Senin (24/1/2022) kemarin.
Dia mengatakan, biasanya Wiyanto Halim bepergian menggunakan mobil dengan sopir pribadinya. Sebab Wiyanto memiliki gangguan pendengaran. Namun pada hari itu sopir pribadinya sedang mengambil cuti.
Jelas, Bryana, sang ayah juga biasanya hanya bepergian ke Tangerang, Banten, untuk mengurus perkara tanah miliknya yang bersengketa dengan seseorang.
"Namanya papa saya masih urusan begituan (perkara sengketa tanah) biasanya ke Tangerang," ungkapnya.
Sengketa Tanah
Sementara itu, kuasa hukum keluarga Wiyanto Halim menilai ada kejanggalan dalam kematian korban. Menduga pengeroyokan terhadap Wiyanto Halim telah terencana.
"Ini buat kami bukan sekadar pengeroyokan biasa, ini pasti ada dalangnya, ada pihak-pihak yang menghendaki hal ini terjadi, ini keyakinan keluarga," kata Freddy Yoannes Party, pengacara keluarga korban di kawasan Jakarta Utara, Senin (24/1/2022) kemarin.
Freddy mengungkapkan, korban sedang terlibat sengketa tanah di daerah Tangerang sejak tahun 1978, yang hingga saat ini masih berproses di pengadilan.
"Secara pribadi beliau tidak punya musuh siapapun. Tapi sejak tahun 1978 sampai hari ini beliau punya tanah di Tangerang dan sampai hari ini masih proses persidangan. (Selama) 33 tahun beliau memperjuangkan hak atas tanahnya sampai hari ini belum pernah selesai," ungkap Freddy.
Kendati demikian, Freddy menegaskan pihak keluarga tidak ingin membuat asumsi yang terlalu jauh ataupun menuding pihak lain.
Kronologi Pengeroyokan
Diberitakan sebelumnya, dari hasil pemeriksaan terhadap lima orang tersangka dan 14 saksi, awalnya Wiyanto Halim yang mengendarai mobil, diduga menyerempet kendaraan bermotor di kawasan Cipinang Muara, Jakarta Timur.
"Bermula adanya serempetan di Jalan Cipinang Muara Pulogadung, antara seorang pengemudi kendaraan bermotor yang kemudian merasa dirugikan akibat adanya serempetan itu," kata Zulpan.
Karena hal tersebut si pengendara motor tidak terima dan mengejar Wiyanto Halim. Saat diteriaki beberapa kali, mobil yang dikendarainya tetap melaju.
"Karena melihat mobil korban tidak menghentikan, (pemotor) melakukan pengejaran dan melakukan teriakan yang bersifat provokasi dengan kata-kata maling. Sehingga ini diartikan oleh orang di sekitar bahwa mobil yang melaju adalah mobil curian," jelas Zulpan.
Terprovokasi, pengendara motor lain terpancing untuk mengejar korban. Sepanjang jalan Wiyanto Halim diteriaki maling.
Hingga akhirnya mobil yang dikemudikan Wiyanto Halim terhenti di Jalan Pulo Kambing, Cakung Jakarta Timur sekitar pukul 02.00 WIB. Pada saat itu massa yang sudah terprovokasi melakukan penganiayaan dan pengerusakan terhadap mobil korban.
Dari hasil pedalaman, korban tewas karena dipukul menggunakan benda tumpul. Sementara dari pengakuan keluarga terdapat sejumlah luka di tubuh Wiyanto Halim, terparah di bagian kepala.
Sejauh ini baru ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka pengeroyokan lansia yang menewaskan Wiyanto Halim.
Polisi mengatakan kelima tersangka merupakan pihak yang terprovokasi.
Atas perbuatan kelima tersangka, mereka dijerat dengan Pasal 170 Ayat 1 dan Ayat 2 Jo Pasal 55 KUHP, dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun penjara.