Suara.com - Polisi telah menetapkan lima orang tersangka terkait kasus tewasnya Wiyanto Halim, kakek berusia 89 tahun karena dikeroyok setelah dikejar-kejar hingga diteriaki maling oleh para pemotor di kawasan JIEF, Pulo Gadung, Cakung, Jakarta Timur.
Kelima tersangka yang masih berusia muda disebut memiliki peran masing-masing saat mengeroyok kakek Wiyanto hingga tewas. Mereka adalah TJ (21), JI (23), RYN (23), M (18) dan MJ (18).
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan mengatakan, aksi pengeroyokan terhadap kakek Wiyanto karena para tersangka tersulut provokasi.,
"Karena situasi yang tidak terkendali dan juga massa yang banyak, dengan situasi emosional yangg tidak terkendali karena mereka terprovokasi. Ini terjadilah tindak pidana kekerasan ini," ujar Zulpan di Polres Metro Jakarta Timur, Selasa (25/1/2022).
Adapun TJ berperan menendang mobil dan pinggang serta perut korban dengan kaki kanannya.
Kedua, tersangka JI dianggap ikut merusak mobil hingga menendang tubuh atas korban. Ketiga, tersangka RYN menarik korban keluar dari mobil, serta melakukan pemukulan di bagian kepala korban.
Kempat, tersangka M melakukan pengerusakan terhadap kaca mobil korban dengan cara menginjak-injak. Kemudian tersangka MJ berperan menendang kepala korban.
Gara-gara Serempet Motor
Zulpan juga membeberkan kronologi saat korban dikejar hingga diamuk massa di jalan. Pemicu pengeroyokan itu bermula saat mobil yang dikendarai kakek Wiyanto menyerempet pengemudi sepeda motor.
“Bermula adanya serempetan di Jalan Cipinang Muara Pulogadung, antara seorang pengemudi kendaraan bermotor yang kemudian merasa dirugikan akibat adanya serempetan itu," kata Zulpan.
Karena hal tersebut si pengendara tidak terima dan mengejar Wiyanto Halim. Saat diteriaki beberapa kali, mobil yang dikendarainya tetap melaju.
"Karena melihat mobil korban tidak menghentikan, (pemotor) melakukan pengejaran dan melakukan teriakan yang bersifat provokasi dengan kata-kata maling. Sehingga ini diartikan oleh orang di sekitar bahwa mobil yang melaju adalah mobil curian," jelas Zulpan.
Lantaran sudah terprovokasi, pengendara motor lain terpancing untuk mengejar korban. Sepanjang jalan Wiyanto Halim diteriaki maling.
Berdasarkan video viral yang diunggah akun Instagram kabar.jaktim, ketika mobil dikendarai Wiyanto Halim hendak tiba di kawasan JIEF, sebuah mobil patroli polisi, sempat menembakan gas air mata ke arahnya. Namun, terlihat mobil yang dikendarai korban tetap melaju.
Hingga akhirnya mobil terhenti di Jalan Pulo Kambing, Cakung Jakarta Timur sekitar pukul 02.00 WIB. Pada saat itu massa yang sudah terprovokasi melakukan penganiayaan dan perusakan terhadap mobil korban.
Kepolisian yang berada di lokasi tidak bisa menghalau aksi brutal massa, karena kalah jumlah.
"Karena situasi yang tidak terkendali dan juga massa yang banyak, dengan situasi emosional yangg tidak terkendali karena mereka terprovokasi. Ini terjadilah tindak pidana kekerasan ini," ujar Zulpan.
Sejauh ini baru ada lima orang tersangka yang ditetapkan. Namun polisi mengatakan kelima tersangka, merupakan pihak yang terprovokasi.
Kejanggalan Keluarga
Sebelumnya, pihak keluarga merasa janggal dengan kematian Wiyanto Halim. Mereka menduga pengeroyokan tersebut telah dirancang.
"Ini buat kami bukan sekadar pengeroyokan biasa, ini pasti ada dalangnya, ada pihak-pihak yang menghendaki hal ini terjad, ini keyakinan keluarga," kata Freddy Yoannes Party, pengacara keluarga korban di kawasan Jakarta Utara, Senin (24/1/2022) kemarin.
Kata Freddy, korban sedang terlibat sengketa tanah di daerah Tangerang, Banten sejak tahun 1978, yang hingga saat ini masih berproses di pengadilan.
"Secara pribadi beliau tidak punya musuh siapapun. Tapi sejak tahun 1978 sampai hari ini beliau punya tanah di Tangerang dan sampai hari ini masih proses persidangan. (Selama) 33 tahun beliau memperjuangkan hak atas tanahnya sampai hari ini belum pernah selesai," ungkap Freddy.
Kendati demikian, Freddy menegaskan pihak keluarga tidak ingin membuat asumsi yang terlalu jauh ataupun menuding pihak lain.
Tak Pamit Keluar hingga Pulang Menjadi Mayat
Bryana, anak korban, mengatakan bahwa sang ayah memiliki gangguan pendengaran. Dia mengatakan korban meninggal rumah pada Sabtu (22/1) sore.
Bryana mengaku, ayahnya meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan keluarga. Biasanya Wiyanto Halim meninggalkan rumah untuk pergi sebentar. Diakuinya keperluan sang ayah meninggalkan rumah, juga tidak diketahuinya.
"Enggak (izin keluar rumah), karena biasanya papa cuma pergi sebentar ke satu tempat pulang, atau nggak, biasanya pergi beli apa pulang. Enggak sampai yang begini malam," kata Bryana saat konferensi pers di Pluit, Jakarta Utara, Senin (24/1/2022).
Di samping itu, karena usianya yang sudah tergolong sangat tua, korban biasanya bepergian dengan sopir pribadi. Namun, pada waktu itu kebutulan sopir Wiyanto Halim sedang cuti.
Jelas, Bryana, sang ayah juga biasanya hanya bepergian ke Tangerang, Banten untuk mengurus perkara tanah miliknya yang bersengketa dengan seorang.
"Namanya papa saya masih urusan begituan (perkara sengketa tanah) biasanya ke Tangerang," ungkapnya.
Seusai meninggalkan rumahnya, pada malam hari, keluarga mencari keberadaannya. Beberapa kali Wiyanto Halim dihubungi lewat sambungan telepon, namun tidak ada respons sama sekali.
Keluarga tetap menunggu hingga pukul 05.00 WIB, Minggu (23/1).
Akhirnya, sekitar pukul 08.00 WIB, keluarga baru mendapatkan kabar jika Wiyanto sudah tewas dan jasadnya berada di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.