Suara.com - Tim Satuan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung melakukan penggeledahan di Rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin yang kini sudah berstatus tersangka dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemkab Langkat.
Diketahui, setelah menjadi tersangka, ditemukan fakta baru terkait penemuan kerangkeng manusia di kediaman Terbit Rencana Perangin Anging.
Bukan hanya Rumah Bupati Langkat Terbit, Tim Satgas KPK juga melakuan serangkaian penggeledahan di lokasi lain di wilayah Kabupaten Langkat oleh tim Satgas KPK Selasa (25/1/2022) hari ini.
"Hari ini, tim penyidik melakukan upaya paksa penggeledahan. Lokasi yang dituju di antaranya rumah kediaman pribadi tersangka TRP (Terbit Rencana Perangin Angin) selaku Bupati Langkat," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dikonfirmasi, Selasa (25/1/2022).
Namun, Ali belum dapat menyampaikan sejumlah barang bukti apa yang akan disita oleh KPK. Alasannya, karena hingga kini upaya penggeledahan masih berlangsung.
"Saat ini, tim masih berada di lapangan dan melakukan pengumpulan bukti," ucapnya.
Ali akan memberikan informasi perkembangan lebih lanjut kepada publik. Terkait hasil penggeledahan terhadap rumah Bupati Langkat Terbit.
KPK, kata Ali, meminta jangan sampai ada pihak-pihak mencoba menghalang-halangi tugas tim penyidik di lapangan dalam melakukan serangkaian penggeledahan.
"Siapapun dilarang dengan sengaja merintangi hingga berupaya menggagalkan proses penyidikan perkara ini. KPK tidak segan menerapkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," imbuhnya.
Baca Juga: Tim KPK Lihat Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin saat Gelar OTT
Sebelumnya, KPK telah menangkap Bupati Terbit dan lima orang lainnya dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemkab Langkat.
Dari upaya penangkapan itu, KPK menyita sejumlah uang yang mencapai Rp786 juta. Dalam kasus ini, Bupati Terbit dan kelima orang lainnya sudah berstatus tersangka dan telah ditahan KPK.
Temuan Kerangkeng Manusia Diduga untuk Perbudakan
Fakta baru terkuak, bahwa Bupati Terbit di kediamannya memiliki sebuah kerangkeng berisi manusia. Hal itu diungkap oleh Migrant Care saat membuat laporan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), kemarin. Diduga, kerangkeng manusia itu digunakan Bupati Terbit sebagai alat penyiksaan serta perbudakan.
Ketika tersangka Iskandar yang merupakan kakak kandung Bupati Terbit diperiksa KPK, awak media mencoba mengkinfirmasi soal kerangkeng diduga tempat perbudakan tersebut.
Iskandar pun nampak hanya tertunduk dan bungkam untuk menjawab hal itu. Ia, lebih memilih secepatnya masuk ke dalam mobil tahanan KPK.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayat, pelaporan tersebut dilakukan karena kerangkeng manusia tersebut kuat diduga sebagai alat penyiksaan serta perbudakan.
Ia mengatakan, Migrant Care mendapatkan foto-foto bukti kerangkeng manusia di rumah sang bupati dari masyarakat.
Diduga, kata dia, kerangkeng itu digunakan sebagai tempat bagi para pekerja kelapa sawit milik Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin.
Kerangkeng itu dibangun untuk pekerja kebun sawit si bupati, semacam penjara di rumah. Kerangkeng itu untuk menampung para pekerja setelah mereka bekerja," kata Anis.
Selain itu, kata Anis, para pekerja diduga disiksa hingga tidak diberi makan. Tak hanya itu, para pekerja juga tidak diizinkan mengakses alat komunikasi.
"Bahkan, dilaporkan juga mereka tidak pernah digaji selama bekerja," kata Anis.
Rehabilitasi Narkoba Versi Polisi
Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak, memberikan keterangan berbeda dari Anis Hidayat.
Panca membenarkan adanya temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin.
"Ada tempat menyerupai kerangkeng, berisi 3-4 orang pada waktu itu. Tapi sebenarnya dari pendataan, bukan 3-4 orang. Kami dalami masalah kenapa ada kerangkeng," kata Panca.
Hasil pendalaman pihak kepolisian, kata Panca, tempat menyerupai kerangkeng merupakan tempat rehabilitasi narkoba.
Dianggap Semena-mena dan Berwatak Feodal
Menyoroti hal tersebut, pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, bila dugaan tersebut benar adanya perbudakan yang Bupati Terbit Perangin Anging, maka sangat tidak manusiawi dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Sehingga, kata Abdul, penegak hukum tentunya harus memberikan hukuman berat bila terbukti terkait temuan itu.
"Sikap, tidak manusiawi ini jelas tidak berprikemanusiaan melanggar HAM dan bertentangan dengan Pancasila. Pelaku harus dihukum yang seberat-beratnya," kata Abdul Fickar kepada Suara.com, kemarin.
Tindakan tersebut, kata Abdul Fickar, seperti memandang manusia sebagai faktor produksi yang bisa diperlakukan semena-mena.
"Ini fenomena yang menandakan masih adanya manusia-manusia yang berwatak feodalis," imbuhnya.