Suara.com - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengungkapkan, pihaknya akan melakukan penyidikan terhadap anggotanya yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015-2016.
Meski begitu, pihaknya masih menunggu dulu hasil penyelidikan Kejaksaan Agung.
"Saya masih menunggu karena memang sekarang ini kan leading sectornya adalah Jaksa Agung. Memang kemungkinan besar ini kan dimulai dari temuan mereka-mereka yang mungkin dianggap bertanggungjawab dan mereka adalah warga negara sipil," kata Andika di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/1/2022).
Andika mengatakan, pihak TNI akan menunggu Kejaksaan Agung (Kejagung) menyerahkan nama-nama prajurit TNI yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Ia mengaku akan mengusut kasus tersebut.
Baca Juga: Buka Suara Soal Dugaan Korupsi Pengadaan Satelit di Kemhan, Prabowo: Lagi Diproses Hukum
"Pada saat nanti mulai tersebut dalam penyelidikan atau bahkan penyidikan tersebut nama-nama personel militer nah itu yang kemudian akan diinfokan ke saya untuk kemudian juga kita sidik," katanya.
Untuk diketahui, saat ini Kejagung tengah mengusut perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan satelit di Kementerian Pertahanan pada 2015. Dugaan korupsi tersebut mengarah pada penyewaan satelit kepada pihak swasta.
"Dugaan tindak pidana korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kemhan Tahun 2015. Jadi ini, kami telah melakukan penyelidikan terhadap kasus ini selama 1 minggu," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Kejaksaan, Jumat (14/1/2022).
Febrie menjelaskan kalau Kemhan melaksanakan proyek pengadaan satelit untuk membangun Satuan Komunikasi Pertahanan atau Satkomhan pada tahun anggaran 2015. Kemhan kemudian melakukan kontrak dengan pihak swasta yakni Airbus dan Navayo.
"Sekarang yang menjadi masalah dalam proses tersebut kita telah menemukan ada beberapa perbuatan melawan hukum yaitu salah satunya bahwa proyek ini tidak direncanakan dengan baik," ujarnya.
Salah satu indikator penguat adanya perbuatan melawan hukum ialah pihak Kemhan RI pada saat itu melakukan kontrak sewa meskipun anggarannya tidak ada dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau DIPA.
Lalu, Febrie mengungkapkan kejanggalan dalam penyewaan satelit kepada PT Avanti Communication Limited. Kemhan melakukan penyewaan itu untuk membangun Satkomhan sekaligus mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur.
Kalau dilihat dari peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapatkan hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali Slot Orbit.
Dalam arti lain, masih ada tenggat waktu bagi Indonesia mengisi kekosongan itu. Tetapi, pihak Kemhan RI buru-buru ingin mengisi kekosongan tersebut dengan menyewa satelit dari PT Avanti.
"Tapi dilakukan penyewaan sehinggga di sini kita lihat ada perbuatan melawan hukum," ujarnya.
Febrie juga mengungkapkan bahwa satelit yang sudah disewa itu ternyata tidak dapat berfungsi. Itu dikarenakan spesifikasinya tidak sesuai dengan yang sudah ada.