Suara.com - Aksi main hakim sendiri kembali menelan korban tewas dan videonya viral baru-baru ini. Sebagaimana dialami oleh seorang pengemudi mobil yang dikeroyok massa di Kawasan Industri Pulogadung.
Pengemudi mobil itu sempat diteriaki maling dan dikejar-kejar banyak orang dan akhirnya dipukuli hingga tewas. Video viral aksi main hakim sendiri ini kemudian memunculkan pertanyaan bagaimana sanksi dan aturan yang berlaku jika menemukan kejadian semacam ini?
Memang, sejauh ini undang-undang di Indonesia termasuk KUHP belum ada yang secara langsung mengatur perihal tindakan main hakim sendiri. Namun bukan berarti aksi main hakim sendiri tidak bisa diusut secara hukum.
Menurut Ali Usman, Penyuluh Hukum BPSDM Hukum dan HAM Kemenkumham menegaskan bahwa salah persepsi jika masyarakat menganggap perbuatan main hakim sendiri tidak dapat dihukum.
Baca Juga: Haikal Hassan Soal Video Viral Ditolak dan Diusir Saat Ceramah di Malang: Fitnah Sosmed
Dikutip dari bpsdm.kemenkumham.go.id, sesuai dalam hukum pidana ketika seseorang yang menjadi korban kejahatan kemudian membalasnya dengan caranya sendiri atau dengan cara beramai-ramai menghakimi pelaku kejahatan, seperti dengan cara mengintimidasi pelaku, memukul, menyiksa, membakar, hingga mengakibatkan pelaku meninggal dunia, maka pelaku yang main hakim sendiri, baik perorangan maupun kelompok atau beramai ramai bisa dituntut berdasarkan akibat perbuatan hukum yang dilakukannya.
Sebelum lebih jauh membahas tentang sanksi bagi pelakunya, simak pengertian main hakim sendiri berikut ini.
Pengertian Main Hakim Sendiri
Perbuatan main hakim sendiri adalah tindakan sewenang-wenang untuk menghukum atau menghakimi suatu pihak tanpa melalui proses hukum yang berlaku. Ali Usman dalam video di kanal YouTube Bang Ali juga menjelaskan yang berwenang menindak pelaku kejahatan adalah penegak hukum, seperti polisi, pengadilan dan kejaksaan, bukan warga masyarakat biasa.
"Adapun perbuatan main hakim sendiri yang dilakukan terhadap pelaku kejahatan, seperti dengan melakukan intimidasi, pengeroyokan, kekerasan fisik, mulai dari pemukulan, penyiksaan, pembakaran, hingga menyebabkan pelaku kejahatan meninggal dunia. Maka pelaku main hakim sendiri secara tidak langsung sudah melakukan tindak kejahatan," ujar Ali.
Baca Juga: Nahas! Pengendara Mobil Ngebut Dikejar Warga Diteriaki Maling, Lelaki 80 Tahun Tewas Dikeroyok Massa
Menurut Ali, ada beberapa penyebab perbuatan main hakim sendiri. Salah satu adalah karena muncul rasa ingin balas dendam dari orang yang pernah menjadi korban kejahatan.
Selain itu, berikut ini penyebab perbuatan main hakim sendiri:
- balas dendam
- emosi masyarakat yang tidak terkontrol
- kurangnya pemahaman, kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
- menganggap hukum yang ada tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat
- adanya ketidakpercayaan masyarakat kepada penegak hukum
- masyarakat atau orang yang pernah menjadi korban kejahatan merasa dirinya berada di pihak yang benar dan tidak dapat dihukum
- pelaku main hakim sendiri beranggapan bahwa dengan cara seperti itu pelaku kejahatan menjadi jera
Sanksi untuk Pelaku Main Hakim Sendiri
Telah dijelaskan di atas, pelaku main hakim sendiri dapat dijatuhi hukuman sesuai dengan aksi tidak bertanggung jawab yang mereka lakukan. Ali menegaskan, pelaku main hakim sendiri baik itu perorangan, maupun kelompok atau secara beramai-ramai bisa dituntut sesuai akibat tindakan yang dilakukannya.
"Sebagai contoh, masyarakat melakukan kekerasan fisik kepada pelaku kejahatan dengan cara memukul, menendang, menyiksa hingga menyebabkan pelaku kejahatan terluka parah. Maka pelaku main hakim sendiri bisa dituntut berdasarkan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan," kata Ali.
Aksi main hakim sendiri juga identik dengan kekerasan, maka pelakunya pun dapat dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan. Bahkan jika perubatan main hakim sendiri mengakibatkan seseorang meninggal dunia maka pelaku dapat dijatuhi sanksi sesuai Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak juga dapat diterapkan jika aksi main hakim sendiri menimpa korban seorang anak di bawah umur.
"Jika aksi main hakim sendiri menyebabkan anak mengalami kekerasan fisik, maka pelaku main hakim sendiri bisa dituntut berdasarkan Pasal 80 ayat (1) junto Pasal 76C Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," ujar Ali.
Sanksi pidana atas tindakan itu berupa penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.
Selain itu, Pasal 406 KUHP tentang perusakan juga dapat menjadi sanksi pelaku main hakim sendiri yang terbukti mengakibatkan barang seseorang rusak, hancur atau hilang.
Itulah sanksi-sanksi yang dapat menjerat pelaku main hakim sendiri. Jadi, perlu diingat bahwa keputusan penindakan sebaiknya kita serahkan kepada pihak berwajib.