Suara.com - Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) kini telah disahkan menjadi Undang-Undang IKN. Meski begitu, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak pengesahan RUU tersebut menjadi UU.
Anggota DPR Fraksi PKS Suryadi Jaya P menyebut, pemerintah tak memiliki empati dengan membangun Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim).
Lantaran pada saat kondisi masyarakat Indonesia yang sedang sulit dan berjuang melawan Pandemi Covid-19, tiba-tiba pemerintah menyalurkan gambar Istana yang begitu megah.
"Kita melihat tidak ada masalah dengan Istana di Jakarta, istana di Bogor itu sangat representatif, tiba-tiba mau bangun Istana baru, di saat kita sedang susah, masyarakat sedang kesulitan secara ekonomi. Nah ini kita melihat tidak ada empati dari pemerintah," ujar Suryadi dalam diskusi publik bertajuk 'UU IKN, Untuk Siapa? Perspektif atas Substansi dan Proses Pembentukan UU IKN' secara virtual pada Jumat (21/1/2022).
Suryadi menyinggung, akibat Pandemi Covid-19, utang pemerintah saat ini mencapai Rp 6.711 triliun.
Selain itu, ia juga menyoroti kenaikan harga bahan pokok, angka pengangguran yang meningkat dan angka kemiskinan yang diprediksi akan meningkat.
"Akibat Pandemi Covid-19 ekonomi kita sedang terpuruk hutang pemerintah Rp 6.700 T lebih. Kemudian harga meningkat bahkan angka pengangguran kita naik, angka kemiskinan kita juga naik pada angka 10,9 persen ya dan ini akan diprediksi akan terus meningkat," ucapnya.
Suryadi melanjutkan, PKS juga melihat adanya ketidakkonsistenan antara yang diungkap di dalam naskah akademik yaitu kondisi ekonomi yang berat, namun solusi yang diberikan justru menambah beban anggaran.
Terlebih biaya yang dibutuhkan untuk membangun ibu kota baru mencapai Rp 466 triliun.
Baca Juga: Tebak-Tebakan Calon Kepala Otorita IKN Nusantara, Jokowi Punya Banyak Pilihan
"Dalam kajian awal walaupun ini akan terus berubah, dibutuhkan Rp 466 triliun membangun ibukota baru, di saat kita sedang punya hutang yang cukup besar," tutur Suryadi.
Suryadi memaparkan, jika dilihat dari skema pembiayaan, nantinya pembiayaan IKN akan menggunakan APBN secara keseluruhan. Karena dalam skemanya kata Suryadi, 20 persen menggunakan anggaran di APBN dan sisanya menggunakan KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha)
"Kalau kita mengkaji KPBU mungkin sekarang tidak membebani APBN, tetapi pada akhirnya akan membebani APBN. Karena badan usaha itu pertama opsinya adalah BUMN, BUMN ini kan milik negara," kata Suryadi.
"Kalau BUMN rugi negara juga rugi, kalaupun swasta murni yang akan membangun, tetapi skemanya bisa pilihannya sewa-sewa itu akan APBN juga atau mungkin pembayaran jangka panjang, menjadi utang juga. Jadi seperti yang dikatakan bukan dari APBN berbentuk KPBU sesungguhnya itu APBN juga, hanya saja tidak dalam jangka pendek," katanya.