Suara.com - Tonga, negara di Pasifik Selatan, hancur oleh letusan gunung berapi, disusul tsunami yang menghantam wilayah itu.
Letusan gunung berapi bawah laut pada 15 Januari itu juga merusak jaringan kabel internet laut dalam - memutuskan satu-satunya kabel komunikasi modern yang menghubungkan 100.000 orang di wilayah itu ke seluruh dunia.
Di jalan-jalan pulau utama Tongatapu, langit biru dipenuhi awan abu disertai dentuman keras serasa bumi mau pecah.
Di sini, di negara yang memiliki paling banyak umat aliran Mormon di dunia, banyak penduduk setempat yang ketakutan mulai berdoa.
Baca Juga: Tsunami di Tonga, Kemenlu Pastikan 6 WNI Dalam Keadaan Selamat
Rincian ledakan gunung Hunga-Tonga-Hunga-Ha'apai itu digambarkan dalam skala yang sangat dahsyat.
Baca juga:
- Gambaran kerusakan di Tonga sebelum dan sesudah letusan gunung berapi
- Dahsyatnya erupsi gunung berapi di Pasifik yang terpantau satelit
- Letusan gunung berapi picu tsunami di Tonga, lima WNI belum ada kabar
Tonga dikenal sebagai bangsa yang sangat taat beragama. Meskipun ada denominasi lain di pulau-pulau itu, hampir dua pertiga (63%) orang Tonga adalah anggota jemaat atau dibesarkan di Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir, yang juga dikenal sebagai Mormon, menurut statistik Gereja itu.
Kelompok agama asal AS itu telah mendominasi pulau-pulau di Tonga selama lebih dari satu abad, sejak misionaris Barat mencapai pantai wilayah tersebut dan mempengaruhi keluarga kerajaan setempat pada akhir abad ke-19.
Per kapita, Tonga memiliki jumlah anggota Mormon terbanyak. Dan Gereja itu, dengan 174 persekutuan jemaatnya, telah mengambil peran penting dalam menyediakan tempat berlindung dan sumber daya yang diperlukan bagi orang Tonga setelah bencana.
Baca Juga: Gunung Berapi di Tonga Erupsi, Enam WNI Dipastikan Selamat
Gereja tersebut adalah bagian integral dari kehidupan banyak penduduk setempat. Semua toko dan bisnis tutup di Tonga pada hari Minggu, yang dianggap sebagai hari istirahat.
Tapi hari Minggu lalu, penduduk setempat berada dalam keadaan krisis setelah bencana alam besar tersebut. Pagi hari kemudian hujan jelaga dari langit, meninggalkan "abu vulkanik hitam di seluruh tempat", menurut laman Gereja Mormon.
Tokoh gereja paling senior Gereja Mormon di pulau itu, Penatua Inoke Kupu, mengatakan: "Hanya ada satu warna di Tonga sekarang, dan itu adalah debu gelap."
Peran sentral Gereja Mormon
Beberapa hari kemudian, Tonga masih tetap terputus dari dunia luar, dan di antara beberapa saluran informasi yang keluar adalah dari kantor misi diplomatik Australia dan Selandia Baru, dan Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir.
Cabang-cabang Gereja Mormon di Selandia Baru mengatakan bahwa mereka telah mendapatkan semua informasi dari panggilan telepon satelit setiap hari dengan Penatua Kupu, yang telah memimpin upaya bantuan dan pemulihan dari pihak Gereja di pulau utama, Tongatapu.
"Air minum adalah kebutuhan mendesak," kata pihak Gereja dalam pembaruan info di situsnya, menegaskan apa yang telah diserukan Palang Merah dan lembaga-lembaga lain.
Dilaporkan bahwa sekitar 1.000 orang telah mengungsi setiap malam di Sekolah Menengah Liahona, satu dari enam sekolah yang dikelola Gereja di pulau itu.
"Orang-orang tidur di sekolah dan gereja dan kemudian kembali pada siang hari untuk membersihkan dan menyapu rumah mereka," Richard Hunter, juru bicara Gereja yang berbasis di Selandia Baru, mengatakan kepada BBC.
"Makin berkurang yang menginap setiap malam, karena lebih banyak orang tinggal di rumah mereka, tetapi tetap saja, orang-orang mengandalkan fungsi gereja itu," katanya.
Baca juga:
- Ratapan komunitas penganut Mormon setelah tiga ibu dan anak-anaknya dibunuh di gurun
- Bocah Mormon berjalan enam jam mencari pertolongan dari serangan kartel narkotika Meksiko
Organisasi itu juga membagikan ribuan masker kepada warga untuk membantu mereka bernapas di wilayah yang masih berselimut abu.
Pada awal pandemi, pihak Gereja telah mengamankan pasokan 50.000 masker untuk mengantisipasi penyebaran Covid di negara terpencil itu. Namun, Tonga dihantam gelombang yang berbeda.
Gelombang tsunami - beberapa setinggi 15m - telah menyebabkan kerusakan yang signifikan di banyak daerah pesisir.
'Hanya bangunan gereja yang masih berdiri'
Segera setelah bencana, semua upaya masih dilakukan untuk mencari warga yang hilang. Walau komunikasi telepon di pulau utama telah dipulihkan, masih belum ada cara untuk berhubungan dengan pulau-pulau terluar.
Dua kapal pemerintah Tonga telah berangkat dari Ibu Kota Nuku'alofa ke pulau-pulau terluar, bersama salah satu pemimpin senior Gereja Mormon.
Gereja itu - yang dikenal dengan program misionaris globalnya - mengatakan memiliki sekitar 135 misionaris Tonga yang ditempatkan di pulau-pulau terluar itu.
Meskipun mereka telah dapat melakukan kontak dengan beberapa orang, masih banyak warga yang belum ditemukan.
Tetapi beberapa berita menggembirakan telah muncul, termasuk "satu kisah bahagia" saat bertahan hidup, kata Hunter.
Pulau kecil Atata - yang memiliki populasi kurang dari 100 orang - telah ditandai oleh otoritas pemerintah Selandia Baru dan Tonga sebagai salah satu pulau yang paling memprihatinkan karena lebih dekat dengan lokasi letusan.
Hampir semua rumah di pulau itu hancur ketika gunung berapi meletus. Tetapi semua orang berhasil sampai ke rumah kapel milik Gereja Mormon tepat waktu, dan akhirnya selamat.
"Semua orang di pulau itu berlindung di gedung gereja dan aman, tetapi setiap bangunan lain yang kami ketahui sudah hancur, kecuali yang ini, di tengah pulau," kata Hunter.
Dia mengatakan properti Gereja itu hanya dibangun "sekuat yang kita bisa", karena "kita tahu kita berada di bagian dunia yang berbahaya di mana topan atau tsunami bisa datang setiap beberapa tahun atau lebih".
"Agar anggota kami tahu bahwa mereka dapat pergi ke gereja terdekat ketika angin sangat kencang, untuk berlindung dari badai kehidupan" - dalam hal ini, baik dalam arti rohani maupun jasmani.
Pihak berwenang Selandia Baru mengkonfirmasi pada hari Rabu (19/1) bahwa penduduk di Atata telah berhasil dievakuasi ke pulau Tongatapu.
Hunter mengatakan pengiriman logistik tambahan lewat udara berupa air, masker, dan telepon juga sedang dalam perjalanan dari cabang-cabcang Gereja Mormon di luar negeri, tetapi seperti yang dialami bantuan resmi dari sejumlah pemerintah dan Palang Merah, kargo itu tertahan oleh akses ke pelabuhan dan bandara di Tonga yang masih rusak.
"Para pemimpin Gereja terus berhubungan dengan pejabat pemerintah sehingga kami dapat mendukung upaya kemanusiaan dalam beberapa hari dan minggu mendatang," tulis Gereja Mormon di situs webnya.
"Kebaktian hari Minggu mendatang ini akan berlangsung di rumah-rumah dan umat Gereja Orang-Orang Suci Zaman Akhir akan diundang untuk berpuasa dan berdoa, untuk bersyukur atas banyak nyawa yang telah diselamatkan sekaligus memohon agar situasi kembali normal."