Suara.com - Amnesty Internasional Indonesia (AII) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit memperluas aturan kepolisian terkait penanganan imigran atau pengungsi dari luar negeri.
Direktur Eksekutif AII Usman Hamid mengatakan, desakan tersebut disampaikan menyusul perlakuan kurang pantas kepolisian terhadap pengungsi Afghanistan yang sedang melakukan unjuk rasa.
“Saya kira itu perlu mendapat perhatian khusus dari Kapolri,” kata Usman kepada wartawan di Kantor AII, Menteng Jakarta Pusat, Rabu (19/1/2022).
Awalnya, ratusan pengungsi Afghanistan menggelar aksi unjuk rasa di depan IRTI Monas, Jakarta Pusat, menuntut agar mereka segera dikirimkan ke negara ketiga.
Baca Juga: Amnesty Minta Pemerintah Indonesia Dengarkan Penderitaan Pengungsi Afghanistan, Jangan Tutup Mata
Kemudian menggunakan bus yang disediakan kepolisian, mereka bergeser ke kantor AII. Sesampainya di lokasi, adu dorong antara perwakilan pengungsi dengan kepolisian terjadi, bahkan ada peserta aksi yang mengaku dipukul.
“Saya sendiri tadi menyaksikan dan melihat, bagaimana menurut saya perilaku sejumlah aparat, rasanya tidak pantas untuk dilakukan oleh seorang aparat penegak hukum. Menindak seseorang, baik itu warga negara Indonesia, maupun bukan warga negara Indonesia, tentu harus ada dasar hukumnya,” kata Usman.
Lantaran itu, AII menilai penting bagi Kapolri untuk memperluas peraturan kepolisian terkait penghargaan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi para pengungsi atau imigran yang singgah di Indonesia.
“Sehingga aparat kepolisian di tingkat lapangan juga bisa mendapatkan panduan, petunjuk, arahan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia,” jelas Usman.
Selain itu, Usman juga menyoroti pernyataan kepolisian ke para pengungsi Afghanistan yang dinilainya tidak harus dilontarkan.
Baca Juga: Demo Pengungsi Afganistan Berakhir Ricuh, Kapolresta Pekanbaru Angkat Bicara
“Ungkapan-ungkapan seperti melarang mereka, hanya karena alasan, ‘ini negara kami, bukan negara kalian.’ Itu sebenarnya tidak pantas bahkan bisa dianggap sebagai tindakan yang rasis atau nasionalis yang berlebihan atau bahkan anti terhadap orang asing,” ungkapnya.
Ia juga menegaskan, meski tidak memiliki status kewarganegaraan yang jelas, pengungsi Afghanistan tetaplah manusia yang harus tetap dihargai. Usman juga menyatakan, tindakan kekerasan terhadap mereka tetap tidak bisa dibenarkan.
“Misalnya, mendorong mereka secara paksa, atau apalagi sampai melakukan pemukulan atau melakukan tindakan kekerasan yang tidak perlu sebenarnya,” tegas Usman.
Seperti pemberitaan sebelumnya, seorang pengungsi Afganistan Muhammad Ali mengaku dipukul oleh polisi.
“Keras sekali bukan seperti manusia, saya tadi dipukul didorong padahal kan saya mau masuk, tapi saya didorong," kata Ali kepada wartawan.
Dugaan pemukulan dialami Ali saat tiba di depan kantor AII. Berdasarkan pantauan Suara.com, sempat terjadi perdebatan disertai dorong-dorongan antara sejumlah pengunjuk rasa dengan kepolisian.
Hal itu karena kepolisian hanya mengizinkan 10 perwakilan turun dari bus untuk bertemu dengan pihak AII. Namun, beberapa orang yang diturunkan bukan perwakilan yang dimaksud pengungsi Afghanistan.
Kepolisian memaksa mereka masuk ke gedung, namun sejumlah perwakilan menolak. Akhirnya, perdebatan dan adu dorong pun terjadi.
Terpisah Kepala Bagian Operasional Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Saufi Salamun membantah pihaknya melakukan pemukulan.
"Nggak ada kekerasan, semua profesional, anggota kami tahu tindakannya sudah jelas tidak ada kekerasan," kata Saufi.
"Cuman memang ada ketegasan, kan kalau tidak bisa diatur kita harus lakukan sesuatu. Semua anggota di Jakarta Pusat sudah tahu humanis dan soft approach," katanya.