Suara.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengajak semua pihak mengawal penyusunan ataupun perumusan substansi Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi UU.
Sehingga, kata Bintang, cakupan dan tujuan dari RUU TPKS dapat merumuskan secara menyeluruh.
"Perlu kita kawal baik dalam bentuk penyusunan maupun perumusan substansinya, sehingga cakupan dan tujuan daripada undang-undang tersebut dapat merumuskan secara menyeluruh," ujar Bintang dalam acara Media Talk dengan dengan tema 'RUU TPKS Sah Sebagai RUU Inisiatif DPR' secara virtual, Rabu (19/1/2022).
Pernyataan Bintang menyusul pengesahan RUU TPKS sebagai hak inisiatif DPR.
Bintang menuturkan, adanya laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang meningkat di tahun 2021 menunjukkan sistem hukum di Indonesia belum secara menyeluruh mencegah, melindungi hingga memberikan akses pemberdayaan kepada korban kekerasan seksual.
Kata Bintang, dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan (SIMFONI-PPA) per 2 Januari 2022, menunjukkan sepanjang 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari jumlah tersebut, 15, 2 persen merupakan kasus kekerasan seksual.
Kemudian dari 14.517 kasus kekerasan anak, 45,1 persen adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak
"Tak bisa dipungkiri, bahwa hal tersebut memperlihatkan semakin besarnya kehadiran negara di tengah masyarakat untuk melindungi perempuan dan anak, dari segala bentuk kekerasan di tengah sistem hukum Indonesia, yang belum secara sistematis dan menyeluruh mampu mencegah, melindungi, memulihkan dan memberikan akses pemberdayaan bagi korban kekerasan seksual," ucap dia.
Sehingga, kata Bintang, masyarakat membutuhkan adanya payung hukum dalam bentuk undang-undang yaitu RUU TPKS yang sebelumnya dikenal dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Baca Juga: 14.517 Kasus Kekerasan Anak Terjadi Sepanjang 2021, Hampir Setengahnya Kekerasan Seksual
Bintang menuturkan, RUU tersebut sebagai upaya pembaharuan hukum yang diwujudkan secara komperhensif.
"Rancangan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual sendiri diharapkan menjadi upaya pembaharuan hukum dan bertujuan untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi dan memulihkan korban, menindak pelaku dan mewujudkan lingkungan yang bebas kekerasan seksual," kata dia.
Bintang memaparkan, dinamika pembahasan dari pada RUU TPKS ini telah mengalami pasang surut sejak 2017. Tingginya tuntutan masyarakat untuk lahirnya undang-undang, kata dia telah menyebabkan pembahasan RUU TPKS menjadi begitu dinamis, bahkan sempat mengalami penundaan.
"Namun demikian, dalam proses ini, pro kontra yang terjadi, harus disikapi dengan bijak dan positif menjadi ruang bagi kita semua, untuk membenahi dan memformulasikan kembali rancangan undang-undang sehingga dapat mengakomodir kepentingan semua pihak," katanya.
Diketahui, dalam Sidang Paripurna pada Selasa (18/1/2022) pagi, DPR mensahkan RUU TPKS menjadi hak inisiatif DPR. RUU usulan inisiatif DPR tersebut, akan diserahkan kepada Presiden untuk diterbitkannya Surat Presiden (Surpres).