Suara.com - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengkritisi eksistensi keberadaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI. Fahri menilai peran sampai fungsi tidak berjalan sebagaimana mestinya dan terlihat sekarang ini MPR malah mencari-mencari kesibukan sendiri.
"Sekarang MPR terpaksa mencari kesibukannya, pimpinan MPR mencari kesibukannya masing-masing," kata Fahri dalam diskusi bertajuk 'Menyoal Eksistensi Lembaga MPR RI Masih Relevankah Dipertahankan?', Rabu (19/1/2022).
Fahri lantas menyindir Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang memang punya kesibukan. Hanya saja lebih sibuk mengurus permotoran karena dirinya sebagai Ketua IMI ketimbang di MPR.
"Yang agak sibuk pimpinan MPR hanya mas Bambang saya lihat itu urus motor itu yang paling banyak hehe, jadi sebenarnya enggak ada itu kesibukan yang ditegakan," ungkapnya.
Fahri menjelaskan, akhir-akhir ini justru ada kecenderungan lahirnya kembali sistem kepartaian yang menganggap bahwa lembaga negara tidak berjarak dengan kekuasaan partai politik.
Menurutnya, partai dianggap sebagai lembaga perwakilan itu sendiri seperti di dalam tradisi otoritarianisme.
"Di negara-negara otoriter ya kongres partai dengan kongres negara atau lembaga perwakilan ya dianggap sama, tapi dalam negara demokrasi parpol hanyalah event organizer bagi pembentukan lembaga pewakilan, dan partai politik dijaga jaraknya dari lembaga perwakilan dengan dihilangkannya hak recall dan lain-lain sebagainya sehingga anggota kongres kita itu menjadi sangat independen seperti Amerika Serikat, Prancis dan sebagainya," tuturnya.
Untuk itu, ia meminta seluruh elemen bangsa harus memikirkan kembali soal mau dibawa kemana kelembagaan MPR kedepan. Pilihannya akan dibawa untuk mengkonsolidasikan tradisi otoritarianisme, atau meneruskan tradisi demokrasi yang telah mulai dalam amandemen konstitusi sejak reformasi 1998.
"Kalau kita mengarah ke sana maka kita harus memikirkan MPR di antaranya, kemarin itu terus terang waktu, saya termasuk yang memimpin revisi UU MD3, diantaranya karena presiden Jokowi katanya waktu itu ingin mengkonsolidasi rekonsiliasi nasional, maka kemudian semua parpol menjadi pimpinan MPR," tuturnya.
Baca Juga: Fahri Hamzah Usul Fraksi di DPR Harus Dihapus, Legislator Gerindra: Tak Relevan!
Lebih lanjut, Fahri mengatakan untuk saat ini susah membedakan apa beda majelis dengan dewan di Parlemen.
"MPR itu harusnya memperkuat kawasan majelis, waktu saya di DPR dulu karena susah berkomunikasi dengan pimpinan MPR, maka saya mengatakan reformasi parlemen itu adalah lebih banyak bernuansa DPR, padahal sebenarnya senayan itu adalah majelis, Senayan itu adala MPR, karena itu kalau kita bilang saya lagi di mana, saya lagi di komplek MPR, atau di kompleks majelis, senayan itu adalah majelis, sama seperti Amerika bilang Capitol Hill itu adalah kongres. kongres adalah majelis," tandasnya.