Suara.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Wandy Tuturoong membantah adanya anggapan kalau pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara atau RUU IKN dilakukan terburu-buru. Menurutnya, proses pembahasan soal IKN tersebut sudah dilakukan sejak dua tahun lalu.
Wandy menilai anggapan publik terkait RUU IKN dibahas secara kebut karena hanya melihat proses yang dilakukan DPR. Padahal menurutnya, pembahasan secara matang sudah dilakukan sebelumnya.
"Padahal sebetulnya persiapan pemindahan IKN ini sudah terjadi jauh dari sebelum itu. Jadi kami sudah berkoordinasi dengan Bapennas sebagai leading sektor dan IKN ini sudah lebih dari dua tahun (pembahasannya)," kata Wandy dalam rekaman video yang dikutip Suara.com, Rabu (19/2/2022).
Wandy menerangkan setidaknya terdapat sembilan kelompok kerja yang membahas kesiapan IKN baru secara mendetail. Bahkan di tengah pandemi Covid-19, pokja tersebut juga tetap melakukan pembahasan meski secara hybrid atau pun pertemuan langsung.
Baca Juga: Sri Mulyani Berniat Pakai Rp 178 Triliun Dana PEN Buat Bangun IKN, Terutama Untuk Pembukaan Jalan
"Jadi kalau dibilang ini proses terburu-buru saya bilang ini tidak betul karena memang kemarin ada pandemi Covid-19 kita tahu bersama kita tetap bekerja karena pekerjaan untuk persiapan RUU," ujarnya.
RUU IKN Dibuat Terburu-Buru
Rencana pemindahan Ibu Kota Negara pada semester I tahun 2024 dinilai terburu-buru. Rencana itu tertuang dalam Draft UU IKN berdasarkan Surat Presiden atau Surpres tanggal 29 September 2021.
Hal tersebut disampaikan Anggota Pansus RUU IKN Hamid Noor Yasin.
Melansir Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, dia merujuk pada draft UU IKN berdasarkan Surpres disebutkan pada Pasal 3 ayat 2 RUU IKN. Menerangkan bahwa "Pemindahan status Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke IKN dilakukan pada semester I tahun 2024 dan ditetapkan dengan Peraturan Presiden".
Baca Juga: Soal Pemindahan Ibu Kota Negara Baru, Pengamat: Siapa yang Diuntungkan dalam Proyek Ini?
Hamid menjelaskan, dalam rapat kerja atau raker Komisi V DPR dengan Kementerian PUPR pada November 2019 disebutkan perlu waktu 4 tahun untuk membangun berbagai fasilitas dasar IKN seperti sumber daya air, jalan, jembatan dan permukiman yang layak.
Sementara, saat ini di tahun 2022, Pemerintah masih belum memiliki legalitas untuk melaksanakan pembangunan tersebut. Apalagi saat ini, negara RI masih dilanda pandemi Covid-19.
"Maka kondisi keuangan negara belum memungkinkan untuk mendukung pembiayaan pembangunan IKN. Di mana akan dibutuhkan setidaknya sekitar Rp90 triliun yang akan dikucurkan dari APBN untuk kebutuhan pembangunan IKN ini," kata Hamid dalam keterangannya, Kamis, (13/1).
Menurut dia, pembangunan fasilitas sangat dibutuhkan agar IKN memenuhi persyaratan layak huni. Secara umum terdapat prasyarat agar suatu kota memenuhi kriteria layak huni.
Syarat itu di antaranya tersedianya kebutuhan dasar perumahan yang layak, air bersih, jaringan listrik, sanitasi, ketercukupan pangan, dan lainnya.
Kemudian, tersedianya fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti transportasi umum, taman, fasilitas kesehatan, dan lainnya. Belum lagi aspek keamanan dan keselamatan serta adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
"Poin terakhir ini juga menjadi salah satu sorotan FPKS dalam draft RUU IKN yang diajukan Pemerintah, terdapat konsep yang berpotensi mengabaikan hak demokrasi masyarakat yang tinggal di IKN. Di mana nantinya tidak ada lembaga DPRD di IKN yang berfungsi sebagai wakil masyarakat agar dapat ikut berpartisipasi dalam pembangunan kotanya," tutur politikus PKS tersebut.
Maka dari itu, kata Hamid, Fraksi PKS meragukan kesiapan calon IKN yang baru di Penajam Pasar Utara, Kalimantan Timur. Menurut dia, belum lagi kondisi di lapangan saat ini masih sering terjadi bencana banjir yang belum dapat diatasi Pemerintah.
"Maka FPKS mempertanyakan keputusan Pemerintah yang ingin memindahkan IKN dari Kota Jakarta yang masih layak huni ke PPU yang belum tentu bisa memenuhi kriteria kota layak huni," ujarnya.