Sehingga berdasarkan aturan tersebut, secara tegas dapat dinyatakan bahwa Hari Raya Tahun Baru Imlek Kongzili merupakan hari raya Agama Tionghoa yang ditujukan khusus hanya kepada etnis Tionghoa.
Masa Kelam Perayaan Imlek di Era Suharto
Selang tahun 1968-1999, perayaan Imlek di Indonesia dilarang untuk diselenggarakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Suharto melarang hal berbau Tionghoa, di antaranya adalah Imlek dilarang dirayakan secara terbuka.
Warga dilarang memasang atribut berbau warna merah yang jadi identik Imlek di tempat publik. Tak ada gegap gempita perayaan Imlek di penjuru negeri.
Hari raya Imlek yang sebelumnya menjadi hari libur nasional dihapus di era kepemimpinan Suharto. Bahkan, ritual ibadah pemeluk agama Khonghucu juga dibatasi, hanya boleh dilakukan tertutup dan perorangan.
Masa kelam perayaan Imlek di Indonesia itu terjadi selama Suharto menjabat, yakni hampir 32 tahun. Selama puluhan tahun itu pula, etnis Tionghoa selalu merayakan Imlek dalam suasana penuh duka.
Imlek di Era Reformasi
Lalu pada tahun 2000, masyarakat Tionghoa di Indonesia mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek ketika Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14/1967.
Pada tanggal 9 April 2001, presiden Gus Dur mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakan). Di masa ini, para etnis Tionghoa kembali bisa merasakan kebebasan merayakan Imlek di tempat publik.
Baca Juga: Yuk Dicatat, 5 Daftar Film China Terbaru Tayang di Tahun Baru Imlek
Pada era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, pada 2003 Megawati kembali menetapkan Hari Raya Imlek sebagai hari libur nasional.