Tiga Masukan Jaringan Perempuan Setelah DPR Sahkan RUU TPKS Menjadi RUU Inisiatif

Siswanto Suara.Com
Selasa, 18 Januari 2022 | 12:26 WIB
Tiga Masukan Jaringan Perempuan Setelah DPR Sahkan RUU TPKS Menjadi RUU Inisiatif
Ilustrasi gedung DPR, MPR, DPR, di Jalan Gatot Subroto. [Suara.com/Bowo Raharjo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jaringan Pembela Perempuan Korban Kekerasan Seksual mengapresiasi DPR yang telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi RUU Inisiatif DPR.

Perjalanan panjang selama delapan tahun memperjuangan RUU TPKS akhirnya menuai hasil yang membahagiakan, tidak hanya untuk korban kekerasan seksual tetapi juga untuk masyarakat Indonesia, kata Ratna Batara Munti dari Jaringan Pembela Perempuan Korban Kekerasan Seksual.

Ratna mengatakan RUU inisiatif DPR adalah hasil perjuangan gerakan jaringan perempuan juga DPR untuk rakyat Indonesia, terutama para korban beserta pendamping korban kekerasan seksual yang sangat membutuhkaan dan sudah menantikan RUU ini cukup lama.

Jaringan Pembela Perempuan Korban Kekerasan Seksual menyampaikan sejumlah masukan setelah RUU TPKS disahkan menjadi RUU Inisiatif DPR.

Baca Juga: RUU TPKS Mau Disahkan Hari Ini, DPR: Kami Segera Kirim Surat ke Presiden, Lalu Gelar FGD Tampung Aspirasi

Pertama, mendorong pemerintah segera  menerbitkan Surat Presiden dan menyusun draf sandingan (Daftar Inventarisasi Masalah) dengan  melibatkan partisipasi kelompok masyarakat sipil yang fokus dan bekerja untuk dan bersama korban.

Kedua, mendorong pemerintah dan DPR membahas RUU TPKS secara transparan, partisipatif, dan mengakomodir pengalaman  perempuan korban, kelompok rentan dan pendamping korban sebagai perempuan pembela hak-hak  asasi manusia dan hak perempuan.

Ketiga, mengajak publik mengawal bersama-sama agar RUU TPKS dapat dibahas dan disahkan sesuai tujuan pembentukan RUU TPKS.

Pemerintah mesti memastikan RUU tidak memasukkan isu-isu kesusilaan agar tidak tumpang tindih dengan UU atau RUU KUHP yang telah mengakomodasi tindak pidana kesusilaan seperti perzinaan atau penyimpangan seksual atau sejenisnya yang tidak relevan, kata Ratna.

Sebab RUU TPKS adalah aturan khusus untuk merespon persoalan kekerasan seksual mulai dari pencegahan, penanganan-pendampingan hingga pemulihan korbannya.

Baca Juga: Pimpin Paripurna Pengesahan RUU IKN Serta TPKS, Puan: Semoga Bermanfaat Untuk Rakyat, Bangsa Dan Negara

Pengaturan kesusilaan berpotensi memperkuat stigma serta reviktimisasi korban, membuat korban enggan melaporkan kasusnya untuk mendapatkan hak-hak dan keadilan, dan berpotensi menghapus impunitas para pelaku kekerasan seksual, kata Ratna.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI