"Saya menghargai pendapat yang disuarakan oleh berbagai pihak, dengan segala pro dan kontranya. Saat ini kita ikuti saja proses hukum yang sedang berlangsung, sesuai dengan ketentuan hukum," katanya.
"Untuk sampai pada proses hukum ini kita sudah membahas dengan berbagai pihak terkait, bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi berkali-kali."
Sebelumnya, Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) Hikmahanto Juwana meminta pemerintah tidak menggunakan alibi dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan satelit oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015 untuk menghindari eksekusi dari putusan arbitrase. Justru menurutnya, pemerintah mesti fokus pada bagaimana bisa membatalkan putusan arbitrase itu.
Secara singkat, PT Avanti Communication Limited menggugat Kemhan ke London Court of International Arbitration pada 9 Juli 2019 karena dianggap melanggar kontrak sewa Satelit Artemis.
Pengadilan memutuskan kalau Indonesia harus mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan dan biaya filling satelit sebesar Rp 515 miliar.
Selain itu, perusahaan Navayo juga menggugat ke Pengadilan Arbitrase Singapura. Berdasarkan putusan pada 22 Mei 2021, Pengadilan Arbitrase Singapura memerintahkan Kemhan untuk membayar 20.901.209 USD atau sekitar Rp 299 miliar kepada Navayo.
Namun, menurut Hikmahanto, pemerintah saat ini justru tengah mencoba untuk menghindari pertanggungjawaban atas keputusan pengadilan itu. Caranya dengan mengungkap adanya dugaan tindak pidana korupsi.
"Kalaupun ada indikasi tindak pidana korupsi maka hal tersebut perlu untuk terus diproses namun tidak seharusnya digunakan sebagai strategi untuk menghindari eksekusi atas putusan arbitrase," kata Hikmahanto melalui keterangan tertulisnya, Senin (17/1/2022).
Mengungkap tindak pidana korupsi tersebut dianggap Hikmahanto sebagai strategi pemerintah supaya bisa menolak putusan arbitrase yang diminta.
Baca Juga: Hikmahanto: Dugaan Korupsi Alibi Pemerintah Buat Hindari Keputusan Arbitrase Pengadaan Satelit
"Strategi seperti ini bisa saja berhasil atas dasar putusan yang hendak dieksekusi melanggar ketertiban umum di Indonesia," ujarnya.