Suara.com - Mantan Presiden Ukraina Petro Poroshenko diperkirakan akan kembali ke negaranya meskipun berisiko ditangkap atas dugaan pengkhianatan tingkat tinggi.
Menyadur France24 Senin (17/1/2022), Poroshenko meninggalkan Ukraina pada Desember lalu namun saat ini ia berjanji akan membantu melindungi negaranya dari kemungkinan invasi Rusia.
Poroshenko, yang menjabat sebagai presiden antara 2014 dan 2019 akan pulang hari Senin dan menambahkan bersedia membantu pemerintah Volodymyr Zelensky meskipun memiliki perbedaan.
"Saya kembali ke Ukraina untuk memperjuangkan Ukraina, bukan untuk bertarung dengan Zelensky," kata Poroshenko kepada wartawan di Warsawa, Minggu.
Baca Juga: Serangan Rusia Membuat Harga Minyak Dunia Melejit
Poroshenko dijadwalkan terbang kembali ke Ukraina dari Warsawa dan pesawatnya diperkirakan akan mendarat di Kyiv pada pukul 07.10 GMT pada hari Senin.
Berbicara pada wartawan di Warsawa, dia berharap pihak berwenang tidak menahannya. "Saya tidak melihat alasan untuk itu," katanya.
Poroshenko, 56, adalah salah satu orang terkaya di negara itu dan sering disebut "raja cokelat" Ukraina karena memiliki kerajaan gula-gula dan dua saluran televisi. Forbes memperkirakan kekayaannya bernilai USD 1,6 miliar.
Dia terpilih sebagai presiden setelah Rusia mencaplok semenanjung Krimea dan ketika pertempuran meningkat antara pasukan Kyiv dan separatis yang didukung Moskow di timur industri negara itu.
Pada 2019, ia dikalahkan dalam pemilihan presiden oleh Zelensky, seorang komedian tanpa pengalaman politik sebelumnya pada saat itu.
Baca Juga: Seminggu Diterjunkan Tangani Kerusuhan, Pasukan Pimpinan Rusia Ditarik Keluar Dari Kazakhstan
Dengan kembali ke negaranya, ia mengikuti jejak mantan presiden Georgia Mikheil Saakashvili dan musuh utama Putin, Alexei Navalny yang keduanya kembali untuk menentang pihak berwenang dan sekarang dipenjara.
Ukraina telah memerangi separatis pro-Rusia di wilayah timur Donetsk dan Lugansk sejak 2014, dalam konflik yang telah merenggut lebih dari 13.000 nyawa.
Rusia dituduh mengumpulkan sekitar 100.000 tentara di dekat perbatasan Ukraina untuk kemungkinan invasi baru karena mencari komitmen dari Barat bahwa negara bekas Soviet yang pro-Uni Eropa tidak akan pernah bergabung dengan NATO.