Kemenlu: Lima WNI Belum Ada Kabar Pasca Tsunami di Tonga

Erick TanjungBBC Suara.Com
Minggu, 16 Januari 2022 | 19:38 WIB
Kemenlu: Lima WNI Belum Ada Kabar Pasca Tsunami di Tonga
Letusan gunung berapi bawah laut di Tonga. (Tonga Geological Services)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gelombang tsunami yang disebabkan oleh letusan gunung berapi raksasa menghantam Tonga di Samudra Pasifik, pada Sabtu (15/01). Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, mengatakan, terdapat lima warga negara Indonesia di Tongo saat kejadian.

"Kelima WNI tersebut diketahui tinggal di Nuku'alofa. Belum diketahui kondisi mereka saat ini karena komunikasi yang terputus," kata Judha dalam siaran pers, Minggu (16/01/2022).

Judha menambahkan, berdasarkan informasi dari pemerintah Selandia Baru, hingga saat ini belum ada laporan terkait jatuhnya korban jiwa pascaletusan dan peristiwa tsunami tersebut.

"KBRI Wellington (Selandia Baru) telah menyampaikan imbauan kewaspadaan kepada seluruh WNI yang berada di wilayah akreditasi KBRI Wellington. KBRI Wellington terus melakukan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak di Selandia Baru dan Tonga untuk mengetahui kondisi para WNI di Tonga," kata Judha.

Baca Juga: Kirim Bantuan ke Afghanistan, Indonesia Bantah Akui Pemerintahan Taliban

Judha menambahkan, Samoa dan Kepulauan Cook juga terdampak. KBRI Wellington sudah menghubungi simpul WNI di masing-masing tempat dan dilaporkan tidak ada WNI yang menjadi korban.

Letusan Gunung berapi bawah laut Hunga-Tonga-Hunga-Ha'apai, berjarak sekitar 65 kilometer dari Ibu Kota Tonga, Nuku'alofa mengakibatkan gelombang tsunami serta lumpuhnya jalur komunikasi.

"Hari ini, abu vulkanik yang menyelimuti Tonga sebelumnya, sudah berhenti berjatuhan. Wilayah yang paling parah terdampak adalah Tongatapu-pulau utama di Tonga, di bagian utara Ibu Kota Nuku'alofa, di mana banyak kapal dan perahu terdampar ke daratan," ujar Judha.

Chile, Jepang, dan Amerika Serikat waspada

Letusan gunung berapi bawah laut Hunga-Tonga-Hunga-Ha'apai memicu gelombang dahsyat di Pasifik Selatan yang dikhawatirkan bisa berdampak di beberapa negara.

Baca Juga: Jepang Peringatkan Warganya di Indonesia, Ada Potensi Bom Bunuh Diri

Amerika Serikat mengimbau warganya yang tinggal di pesisir barat negara itu untuk menjauh dari pantai sebagai tindakan pencegahan.

Jepang juga mengeluarkan peringatan, yang dicabut pada hari Minggu, meminta warganya untuk menjauh dari pantai Pasifik.

Gelombang tsunami setinggi 1,2 meter tercatat di sebuah pulau di Jepang.

Kantor Darurat Nasional (Onemi) Chile awalnya memperingatkan kemungkinan "tsunami kecil" mencapai Pulau Paskah dan meminta penduduk untuk meninggalkan daerah pantai.

Meskipun gelombang besar belum mencapai pantai Chile pada Sabtu malam, sebuah gambar yang menunjukkan gelombang air laut di resor popular, Bíobio dan Valparaíso, tersebar di media sosial.

Kepedulian terhadap Tonga

Amerika Serikat menyatakan "keprihatinan mendalam" atas bencana yang menimpa rakyat Tonga.

Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menjanjikan bantuan dari Amerika kepada negara kepulauan itu.

Sementara itu, Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, mengatakan, Minggu (16/01) bahwa Tonga telah mengalami kerusakan yang signifikan, tetapi sejauh ini tidak ada laporan mengenai korban jiwa.

Hingga kini, akses komunikasi dengan pulau itu masih sulit, telepon seluler tidak berfungsi dan Jacinda Ardern mengatakan dia belum dapat menghubungi rekannya di Tonga.

Perdana menteri berjanji untuk membantu memperbaiki kabel bawah laut, jika perlu, dan mengumumkan pengerahan Angkatan Laut Selandia Baru.

Apa yang terjadi?

Video-video di media sosial menunjukkan gelombang air di Tonga menghantam dengan ketinggian yang melampaui gereja dan beberapa rumah. Saksi mata juga menggambarkan abu jatuh di atas ibu kota, Nukualofa.

Siaga tsunami membuat penduduk Tonga segera mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.

Ibu kota Tonga itu terletak hanya 65 kilometer di utara gunung berapi.

Seorang warga, Mere Taufa mengatakan, letusan terjadi saat keluarganya sedang mempersiapkan makan malam. Adik laki-lakinya mengira itu adalah bom yang meledak di dekatnya.

"Naluri pertama saya adalah berlindung di bawah meja, saya menarik adik perempuan saya dan berteriak kepada orang tua saya dan orang lain di rumah untuk melakukan hal yang sama," menurut pernyataan yang dikumpulkan oleh situs berita Stuff.co.nz.

Taufa menambahkan, hal berikutnya yang dia tahu, air mengalir deras ke rumahnya.

"Anda bisa mendengar teriakan di mana-mana, orang-orang berteriak untuk menyelamatkan diri, agar semua orang naik ke tempat yang lebih tinggi," katanya.

Menurut Survei Geologi Tonga, pilar yang terbentuk dari gas, asap dan abu gunung berapi mencapai 20 kilometer di langit.

Profesor Shane Cronin, ahli vulkanologi Universitas Auckland, Selandia Baru, mengatakan letusan itu adalah salah satu yang terbesar di Tonga dalam 30 tahun terakhir.

"Ini adalah peristiwa yang cukup besar, setidaknya salah satu letusan paling signifikan dalam dekade terakhir," kata Cronin kepada BBC.

"Hal yang paling luar biasa adalah seberapa cepat dan ganasnya ia menyebar. Yang ini lebih besar, lebih luas dan menghasilkan lebih banyak abu. Saya memperkirakan akan ada beberapa sentimeter abu yang menutupi Tonga," tambah pakar tersebut.

Letusan delapan menit itu begitu dahsyat sehingga bisa terdengar seperti "guntur keras" dari negara Fiji, yang berjarak lebih dari 800 kilometer jauhnya, menurut pejabat di Suva, ibu kota.

Peringatan negara lainnya

Pemerintah Fiji telah mengeluarkan peringatan tsunami dan membuka pusat evakuasi bagi penduduk daerah pesisir dataran rendah. Vanuatu, negara kepulauan Pasifik lainnya, mengeluarkan peringatan serupa.

Juru bicara pemerintah Australia mengatakan, perdana menteri dan menteri luar negeri sedang memantau situasi dan siap memberikan dukungan. Peringatan tsunami juga dikeluarkan untuk wilayah di pantai timur Australia dan Tasmania.

Pihak berwenang Australia telah meminta orang-orang di Negara Bagian New South Wales untuk tidak ke laut dan menjauhi pantai. Di Selandia Baru, yang lebih dari 1.400 mil jauhnya, para pejabat telah memperingatkan potensi badai.

Badan Manajemen Darurat Nasional Selandia Baru mengatakan, daerah pesisir di utara dan timur Pulau Utara dapat mengalami "arus kuat yang tidak biasa dan gelombang pantai yang tidak dapat diprediksi".

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI