Suara.com - Ketimpangan gender menjadi perhatian untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau RUU PPRT.
Hal itu merujuk pada perspektif kesetaraan gender yang seringkali belum dipahami secara utuh, khususnya di lingkungan kerja.
Merujuk indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia tahun 2010 sampai 2020 terbitan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, IPM perempuan masih di bawah laki-laki.
Perwakilan Maju Perempuan Indonesia Ninik Rahayu mengatakan, IPM perempuan berada pada posisi sedang. Sedangkan IPM laki-laki sudah tinggi, yang artinya berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia.
Ninik memaparkan, kualitas sumber daya manusia perempuan yang rendah, ditambah para PRT yang belum terlatih, memberikan dampak penghasilan yang sangat rendah. Artinya, sama saja dengan pemiskinan terhadap perempuan.
"Ketimpangan relasi gender ini juga memberikan persepsi yang selama ini karena menganggap pekerjaan itu sebagai pekerjaan yg tidak penting, maka ini juga memberi persepsi jika perempuan yang mencari penghasilan tambahan tidak perlu dipikirkan," kata Ninik dalam diskusi daring, Kamis (12/1/2022).
Tidak hanya itu, Ninik menyebut ketimpangan relasi gender juga menjadi peminggiran perempuan beserta masalah-masalahnya dalam kebijakan ketenagakerjaan. Hal itu menyebabkan akses jaminan sosial dan ketenagakerjaan yang minim.
"Perlindungan hak perempuan juga minim dan itu memberikan kerentanan kepada tenaga kerja perempuan."
Pemiskinan serta kerentanan pada tenga kerja perempuan, memberikan implikasi rasa yang tidak aman. Ninik mengatakan, hal itu berimbas pada kepercayaan terhadap pemerintah menjadi minim.
Baca Juga: Demi Kuatkan Ketahanan Nasional, RUU PPRT Diharapkan Segera Disahkan
"Apalagi kalau melihat kebijakan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan sampai saat ini belum mampu memastikan pengakuan dan perlindungan terhadap PRT kita."