Suara.com - Kejaksaan Tinggi Jawa Barat telah memberikan tuntutan maksimal berupa hukuman mati, kebiri kimia dan denda, terhadap terdakwa pemerkosa 13 santri, Herry Wirawan. Hukuman berat itu, dalam pandangan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) semacam memberi babak baru bagi para pelaku kekerasan seksual.
Kadivwasmonev KPAI, Jasra Putra mengatakan, tuntutan berat kepada Herry si predator seksual diharapkan mampu membawa rasa keadilan kepada para korban. Menurut dia, jaksa dalam tuntutannya patut diapresiasi.
"Kami perlu mengapresiasi tuntutan Jaksa yang mewakili rasa keadilan keluarga korban dan masyarakat, apalagi hasil putusan itu diusulkan kepada hakim dengan memperhatikan dan berpusat pada pemulihan korban jangka panjang," kata Jasra kepada Suara.com, Rabu (12/2/2021).
Apa yang terjadi di proses persidangan Herry, kata Jasra, menunjukkan komitmen penegakan hukum yang berpusat pada pemulihan korban, masa depan anak anak dan masa depan bayi yang menjadi korban pelaku.
Baca Juga: Pemerkosa 13 Santriwati Dituntut Hukuman Mati, Ketua Komisi VIII DPR RI: Semoga Dikabulkan
Jika kemudian hakim mengabulkan hakim mengabulkan tuntutan tersebut, maka hal itu akan menjadi ancaman bagi para pelaku kejahatan seksual anak, bahwa negara tidak memberi ruang sekecil apapun bagi pelaku kejahatan seksual pada anak.
Jasra menambahkan, publik hingga kini masih dibikin geram oleh ulah para predator seksual yang terus melakukan aksi bejadnya. Termutakhir, seorang paman berusia 60 tahun di Setiabudi, Jakarta Selatan tega memperkosa keponakannya sendiri yang masih berusia 9 tahun.
"Yang peristiwanya di luar nalar kemanusiaan serta menjadi kejahatan seksual yang luar biasa," sambung dia.
Jasra menambahkan, tuntutan jaksa dalam kasus Herry semakin membesarkan hati dan membangun harapan bagi para korban dan penyintas untuk kembali bangkit berjuang dan menuntut keadilan. Kepada penyintas maupun korban lain, Jasra mengajak agar berani melapor dan memperjuangkan, karena tingginya komitmen para aparat penegak hukum dalam memproses kasus kasus kejahatan seksual.
"Kita berharap juga restitusi untuk para korban benar-benar dikawal oleh LPSK, sebagaimana Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana," ucap Jasra.
Baca Juga: Pemerkosa 13 Santri Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati, HNW: Hormat Kepada Jaksa
Kata Jasra, dalam PP disebutkan jika anak korban yang berhak memperoleh restitusi, termasuk anak korban kejahatan seksual. Begitu juga dalam PP 78 tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak memerintahkan pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan.
"Kita berharap pengawalan ini berlangsung hingga tuntas dan memberi pendampingan jangka panjang sebagai mana perintah PP ini dengan banyaknya berbagai aktifitas yang disebutkan untuk program pemulihan dan pemberdayaan yang di lakukan lintas Kementerian. Agar ke depan dalam proses hukum, pidana sampai putusan nanti, tidak ada satupun korban yang tertinggal."
Vonis Berat
Sebelumnya, jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menuntut HW, terdakwa pemerkosa belasan santriwati di Bandung dengan hukuman mati dan hukuman tambahan kebiri.
Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum dari Kejati Jabar di persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022).
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asep N Mulyana mengatakan terdakwa HW hadir langsung di PN Bandung saat agenda pembacaan tuntutan.
"Menuntut terdakwa dengan hukuman mati, dan hukuman tambahan berupa kebiri kimia," ucap Asep.
Menurut Asep, tuntutan tersebut sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 yentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Selain itu, JPU meminta identitas terdakwa dibuka kepada publik dan membayar denda Rp 500 juta ditambah restitusi untuk korban sekira 300 juta yang sempat diminta oleh LPSK kepada majelis hakim pada persidangan sebelumnya.
"Identitas Terdakwa (dituntut) disebarkan. Kami juga meminta kepada hakim untuk pidana denda sebesar Rp 500 juta subsidair selama satu tahun kurungan," kata dia.
"Mewajibkan kepada terdakwa untuk membayar restitusi kepada anak korban yang total keseluruhan sebesar Rp 331.527.186," ia melanjutkan.
Asep menjelaskan apa yang dituntut tersebut diharapkan bisa membuat efek jera. Selain itu, hal ini merupakan bentuk komitmen Kejati Jabar dalam penanganan kasus yang menjadi perhatian publik.
"Ini sebagai bukti, komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan pihak lain yang melakukan kejahatan," kata Asep.