Suara.com - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhatadi, mengatakan secara politik memang lebih mudah untuk mewujudkan penundaan Pemilu 2024 dari pada memperpanjang masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi 3 periode.
Hal tersebut disampaikan Burhanudin menanggapi pernyataan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang menyebut pelaku dunia usaha cenderung setuju bila gelaran Pemilihan Presiden 2024 diundur.
"Secara politik memang lebih mudah menggoal kan ini (penundaan Pemilu ke 2027) ketimbang tiga periode," kata Burhanudin dalam paparannya di acara diskusi publik bertajuk Refleksi 2021 Proyeksi 2022 di Kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Selasa (11/1/2022).
Ia pun kemudian membeberkan alasan mengapa secara politis penundaan Pemilu 2024 mudah untuk diwujudkan. Yakni penundaan Pemilu disebut bisa tanpa amandemen UUD 1945.
Baca Juga: Klaim Menteri Bahlil Soal Pemilu 2024 Ditunda, Dari Pengusaha Atau Lingkar Kekuasaan?
"Apa alasannya? Kan 3 periode kan perlu amandemen UUD 45 tapi kalau yang ini pengalaman sebelumnya tidak perlu amandemen," ungkapnya.
Kemudian Burhanudin juga menyampaikan jika Pemilu 2024 diundur akan banyak pihak diuntunkan terutama para petahanan yang kekinian menjabat. Tak terkecuali juga para Ketua Umum partai politik.
"Banyak petahana yang diuntungkan ada 575 anggota DPR, ada ratusan anggota DPD yang nggak perlu Pemilu. Ketum partai juga diuntungkan loh karena nggak perlu menyiapkan Pemilu 2024," tuturnya.
"Itu saya kira dugaan saya kenapa pak Bahlil kemarin lebih ngomong soal penundaan pemilu ketimbang perpanjangan (masa jabatan)," sambungnya.
Kendati begitu, Burhanudin mengatakan, jika Pemilu 2024 ditunda maka akan memunculkan persoalan serius. Bahkan bisa berimpilikasi kepada masalah keamanan.
Baca Juga: Demokrat Tanggapi Serius Wacana Jabatan Presiden Tiga Periode, Survei: 38,6 Persen Setuju
"Tetapi lagi-lagi kita mengatakan ini persoalan serius, serius dalam pengertian akan memunculkan koalisi kelompok demokrasi dengan kelompok saya sebut islamis konservatif yang anti Presiden Jokowi menolak baik penundaan atau perpanjangan yang bisa berimpilkasi ke masalah keamanan," tandasnya.
Pernyataan Bahlil
Sebelumnya, dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia, Bahlil setuju dengan hasil survei yang dipaparkan oleh Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi bahwa wacana presiden tiga periode tidak untuk didengungkak terus-menerus.
Namun yang menarik perhatian Bahlil justru hasil survei terkait perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi hingga 2027. Di mana hasil survei menyebut sebanyak 4,5 persen sangat setuju; 31,0 persen setuju; 32,9 persen kurang setuju; 25,1 persen tidak setuju sama sekali; dan 6,6 persen tidak tahu agau tidak menjawab.
Bahlil kemudian menyampaikan hasil diskusinya bersama dengan pelaku dunia usaha yang justru berharap ada pertimbangan bahwa pemilihan presiden dapat diundur.
"Saya sedikit mengomentari begini, kalau kita mengecek di dunia usaha rata-rata mereka memang berpikir adalah bagaimana proses demokrasi ini dalam konteks peralihan kepemimpinan kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan itu jauh lebih baik. Ini hasil diskusi saya dengan mereka," kata Bahlil
"Kenapa? Mereka ini baru selesai babak belur dengan persoalan kesehatan. Ini dunia usaha baru mau naik, baru mau naik tiba-tiba mau ditimpa lagi dengan persoalan politik," lanjut Bahlil.
Bahlil mengatakan bahwa memundurkan maupaun memajukan Pemilu bukan suatu hal yang diharamkan.
"Bahwa memajukan Pemilu atau memundurkan Pemilu sudah pernah terjaid bangsa kita dan itu bukan sesuatu yang haram. Jadi itu persoalan kebutuhan saja kok mana yang paling prioritas," ucap Bahlil.