Suara.com - Moskow mengatakan "kecewa" dengan sinyal dari Amerika Serikat (AS) dan NATO menjelang pembicaraan di Jenewa pada hari Senin (10/01), di mana mereka akan membahas krisis di perbatasan Ukraina.
Rusia mengatakan bahwa mereka tidak begitu optimis bahwa pertemuan yang direncanakan dengan Amerika Serikat (AS) dan NATO pada pekan ini dapat meredakan ketegangan di perbatasan Ukraina, demikian kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov pada hari Minggu (09/01).
Kepada kantor berita Interfax, Ryabkov mengatakan akan "naif" untuk mengharapkan "kemajuan, apalagi kemajuan yang cepat."
Ryabkov diperkirakan akan ambil bagian dalam pertemuan puncak yang dijadwalkan di Jenewa pada hari Senin (10/01) sebelum pindah ke Brussel dan Wina.
Ia dilaporkan telah tiba di Swiss pada Minggu (09/01) sore waktu setempat dan bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman pada malam harinya.
Kremlin telah membuat serangkaian tuntutan mengenai hubungan Ukraina dengan NATO dan ekspansi NATO di Eropa Timur. Sebagai tanggapan, Washington telah menjelaskan bahwa banyak dari tuntutan itu yang tidak mungkin berhasil.
Rusia pun menegaskan bahwa mereka tidak akan mundur. "Kami tidak akan menyetujui konsesi apa pun. Itu sepenuhnya dikecualikan," kata Ryabkov.
"Kami kecewa dengan sinyal yang datang dalam beberapa hari terakhir dari Washington dan juga dari Brussel." Menanggapi pertemuan yang telah diagendakan tersebut, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada hari Minggu (09/01) juga mengatakan hal senada dengan Ryabkov.
"Saya tidak berpikir kita akan melihat terobosan dalam minggu mendatang," kata Blinken. Mengapa Rusia dan AS bertemu? Pertemuan tingkat tinggi pekan ini, di mana perwakilan Rusia akan bertemu dengan delegasi AS, NATO, dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama Eropa (OSCE), bertujuan untuk membahas pengendalian senjata nuklir dan meredakan ketegangan di perbatasan Ukraina-Rusia.
Baca Juga: Perundingan Rusia-AS: Blinken Tegaskan Putin untuk Ambil Sikap Terkait Ukraina
Rusia sendiri telah mengumpulkan pasukan di perbatasannya dengan Ukraina, memicu kekhawatiran akan invasi skala penuh.