Suara.com - Anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra Habiburokhman menyoroti dua kasus hukum terhadap Habib Bahar bin Smith dan Ferdinand Hutahaean. Menurutnya, kedua kasus itu bisa diselesaikan dengan keadilan restoratif atau restorative justice.
Tanpa maksud membandingkan Bahar dan Ferdinand, Habiburokhman mengatakan bahwa kasus mereka menggambarkan belum berakhirnya ketegangan dua kelompok besar anak bangsa. Imbasnya bermunculan kasus-kasus hukum, fenomena saling melaporkan terkait ujaran kebencian.
"Setiap hari kita berganti peran, kadang meminta orang dibiarkan bebas berbicara, besoknya minta orang lain dipenjara. Mau sampai kapan kita seperti ini? Berapa banyak waktu, tenaga, biaya yang kita kuras?" kata Haiburokhman kepada wartawan, Senin (10/1/2022).
Habiburokhman mengatakan penegakan hukum dugaan ujaran kebencian tidak bisa dilakukan dengan semangat semata mencari kesalahan. Melainkan harus dilakukan dengan semangat restorasi berkeadilan atau keadilan restoratif.
Baca Juga: Diperiksa Polisi soal 'Allahmu Lemah', Ferdinand Hutahaean: Saya Upayakan Hadir
Penyelesaian tindak pidana dengan keadilan restoratif mengedepankan untuk mencari penyelesaian bersama secara adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.
"Aparat penegak hukum hendaknya berkomunikasi dengan para pihak terutama korban dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi," kata Habiburokhman.
Habiburokhman menegaskan bahwa keadilan restoratif bukan berarti mengabaikan hukum. Tetapi justru menegakkan hukum dengan penuh kebijaksanaan dan keadilan.
"Kami ke depankan dialog daripada saling menonjok. Kita hindari kesalahpahaman dan perkuat persaudaraan," ujar Habiburokhman.
Baca Juga: Ferdinand Diperiksa Hari Ini, Ketum PA 212: Umat Tak Percaya Kalau Bebas Alasan Kejiwaan