LBM Eijkman Dilebur ke BRIN yang Birokratis, Prof Amin Subandrio: Ini Sebuah Kemunduran

Jum'at, 07 Januari 2022 | 17:11 WIB
LBM Eijkman Dilebur ke BRIN yang Birokratis, Prof Amin Subandrio: Ini Sebuah Kemunduran
Seorang pegawai berada di depan Kantor Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman di Jakarta, Senin (3/1/2022). ANTARA FOTO/Wahyu Putro
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Dr Amin Soebandrio menilai birokratisasi terhadap lembaga yang dilebur ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merupakan kemunduran.

Amin menilai, peleburan yang berdampak dilepasnya ratusan Peneliti Eijkman berstatus non-PNS justru akan membuat Indonesia kehilangan peneliti-peneliti berkompeten.

"Mereka yang sudah bekerja di Eijkman itu sudah terbiasa bekerja dan memenuhi research integrity. Integritas mereka sangat tinggi, ada empat prinsip utama yaitu kejujuran, akuntabilitas, profesionalisme, dan sureship," kata Amin dalam diskusi Narasi Institute, Jumat (7/1/2022).

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Profesor Amin Subandriyo. (Suara.com/Ria Rizki)
Mnatan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Profesor Amin Subandriyo. (Suara.com/Ria Rizki)

Amin menegaskan, jika peneliti Eijkman berstatus non-PNS tersebut sudah memenuhi empat syarat tersebut.

Baca Juga: Mantan Peneliti Eijkman Didorong Jadi Asisten Riset di BRIN

"Mereka adalah tenaga yang sudah terbiasa di lingkungan yang memenuhi empat persyaratan tadi. Jadi, kalau mereka diputus dan dilepas ya sayang sekali," sambungnya.

Menurutnya, para peneliti-peneliti ini nantinya bisa saja direkrut oleh pihak lain yang tentunya tidak berdampak langsung kepada negara, jika bekerja di luar Eijkman.

"Yang akan menuai sih banyak, tapi buat Eijkman sendiri sudah dikembangkan dengan susah payah selama 30 tahun ini tentu terus terang sudah pasti ini merupakan suatu kemunduran buat Lembaga Eijkman," katanya.

Dia merasa kecewa dengan keputusan negara melebur LBM Eikjman yang kini berubah nama menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman (PRBM Eijkman) ke BRIN.

"Perasaan sudah pasti tidak bisa dipungkiri pasti ada rasa kecewa, walaupun sebenarnya kita memahami kehadiran BRIN merupakan upaya memperbaiki iklim dan juga kinerja penelitian di Indonesia," ucapnya.

Baca Juga: BRIN Dorong Mantan Tenaga Honorer Eijkman Menjadi Asisten Riset

Alasan Perkuat Eijkman

Sementara, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan integrasi LBM Eijkman ke BRIN bukan untuk menghilangkan lembaga penelitian tersebut, melainkan akan semakin memperkuat kelembagaan LBM Eijkman.

"Proses integrasi ini saya jadikan momentum untuk melembagakan LBM Eijkman, yang tadinya hanya sebuah unit ad hoc di Kementerian Riset dan Teknologi, sekarang resmi menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman," kata Handoko dalam keterangan tertulis, Kamis (6/1/2021).

Melalui integrasi itu, kata Handoko, permasalahan tidak dapat diangkatnya pegawai negeri sipil (PNS) di LBM Eijkman sebagai peneliti, kini dapat dilantik sebagai peneliti. Kepada non-PNS di LBM Eijkman, BRIN menawarkan berbagai macam skema.

Bagi mereka yang non-PNS dan sudah S3 dan usianya maksimal 45 tahun, dapat mengikuti mekanisme penerimaan CPNS. Jalur itu sudah dilakukan oleh beberapa orang.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko saat menghadiri pelantikan Dewan Pengarah BRIN di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/10/2021). [Antara/Hafidz Mubarak A]
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko saat menghadiri pelantikan Dewan Pengarah BRIN di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/10/2021). [Antara/Hafidz Mubarak A]

Sedangkan untuk yang di atas 45 tahun dapat mendaftar sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Bagi mereka yang belum menyelesaikan jenjang pendidikan S3, BRIN menawarkan skema untuk melanjutkan pendidikan dengan mekanisme beasiswa berbasis riset.

Terkait isu pemecatan sejumlah honorer, Handoko menuturkan selama ini tenaga honorer tersebut direkrut oleh lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) yang sekarang terintegrasi dengan BRIN.

Handoko menuturkan tidak ada pemecatan terhadap sejumlah tenaga honorer, namun karena kontrak mereka telah berakhir pada Desember 2021.

Sebanyak 33 lembaga riset dari kementerian/lembaga (K/L) telah terintegrasi dengan BRIN dan dalam waktu dekat enam K/L lainnya akan segera terintegrasi.

Integrasi tersebut meliputi seluruh sumber daya riset, yakni sumber daya manusia, infrastruktur, dan penganggaran. Integrasi lembaga riset di Indonesia ke dalam BRIN merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN.

Sementara itu, terkait opsi yang disampaikan Kepala BRIN malah membuat periset LBM Eijkman tidak bisa mendapat pilihan yang ideal.

Seorang ilmuwan muda LBM Eijkman, yang berstatus non-PNS, Edison Johar mengatakan dengan dibentuknya organisasi riset Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman di bawah naungan BRIN, maka ada aturan baru di mana seluruh pegawainya harus berstatus ASN.

Peneliti Non-ASN

Padahal di Lembaga Eijkman, mayoritas penelitinya tidak berstatus ASN. Edison sendiri mengaku kemungkinan besar tidak bisa melanjutkan tugasnya ketika Lembaga Eijkman dilebur ke BRIN.

Meski sudah mendengar opsi-opsi yang diberikan Kepala BRIN. Namun menurutnya, opsi yang paling masuk akal malah tidak bisa menjadikannya sebagai peneliti. 

Edison sendiri merupakan lulusan alumni Ilmu Biomedik dari Australian National University (ANU). Namun ia belum mengantongi gelar S3.

Untuk opsi yang diberikan kepada periset non-ASN dan bukan S3, ialah melanjutkan studi dengan skema by-research dan research assistantship (RA). Semisal tidak tertarik untuk melanjutkan studi, maka bisa melanjutkan sebagai operator lab di Cibinong.

Edison sempat bingung dengan aturan tersebut karena periset tidak diperkenankan untuk melakukan penelitian.

"Anehnya, policy sekarang sepertinya belum mengizinkan peneliti non S3 untuk melakukan penelitian," tuturnya kepada Suara.com, Sabtu (1/2/2021).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI