Suara.com - Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Prof Dr Amin Soebandrio, mengungkapkan bahwa pembiayaan negara untuk pengembangan Vaksin Merah Putih sudah dihentikan sejak Januari 2021.
Amin menjelaskan dulunya anggaran ini masuk dalam anggaran Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Namun saat Ristek dilebur ke Kemendikbud dan BRIN berdiri sendiri pada awal 2021, pendanaan Vaksin Merah Putih itu tidak dilanjutkan.
"Sehingga pada bulan Januari 2021 kami mengajukan anggaran untuk menyelesaikan proses pembuatan vaksin itu. Tapi mungkin karena proses pergantian itu sehingga belum diproses, sampai akhir tahun 2021 pun usulan kami tidak terlaksana," kata Amin dalam diskusi Narasi Institute, Jumat (7/1/2022).
"(Usulan anggaran) direview-direview katanya, tapi tidak keluar-keluar," tegasnya.
Baca Juga: Integrasi ke BRIN Diklaim Perkuat LBM Eijkman
Menurutnya, ini merupakan masalah utama pengembangan vaksin Merah Putih molor dari target awal uji praklinis pada pertengahan 2021. Kini target itu mundur hingga ke awal 2023.
"Kami tetap jalan dengan sisa-sisa anggaran yang sudah disetujui sejak tahun 2020. Alhamdulillah sampai akhir tahun kami bisa menyelesaikan sekitar 90 persen dari pengembangan vaksin itu," ungkap Amin.
Amin menambahkan, masalah pengembangan vaksin Merah Putih kembali bertambah pada awal tahun 2022 karena pemerintah memutuskan untuk melebur LBM Eijkman ke bawah BRIN dan mengubah namanya menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman (PRBM Eijkman).
Peleburan ini berdampak dilepasnya ratusan peneliti Eijkman yang non-PNS ini justru akan membuat Indonesia kehilangan peneliti-peneliti berkompeten, khususnya peneliti yang tengah mengembangkan Vaksin Merah Putih.
"Dengan adanya pengurangan tenaga itu, ya saat ini kami sudah bisa menyerahkan ke industri (vaksin) karena kualitasnya sudah diterima oleh industri," tutup Amin.
Baca Juga: Soal PHK 33 ABK Kapal Riset Baruna Jaya, BRIN: Mereka dari Pihak Ketiga