Suara.com - Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan pandemi COVID-19 menghadirkan tantangan tersendiri bagi pelindungan WNI. Sehingga, pelindungan terhadap WNI yang berada di luar negeri harus terus diperkuat.
"Pelindungan terus kita perkuat untuk membantu WNI yang berada di luar negeri," ujar Retno dalam jumpa pers melalui YouTube Mofa Indonesia, Kamis (6/1/2022).
Retno menuturkan jika di awal 2020 evakuasi WNI di Wuhan menghadirkan tantangan yang sangat tinggi, maka di tahun 2021 evakuasi dari Kabul juga memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi.
Dia mengungkapkan pada tahun 2021, sebanyak 33 orang yang terdiri dari 26 WNI dan 7 WNA dievakuasi dari Kabul.
Baca Juga: Situasai Darurat, WNI di Kazakhstan Diminta Waspada
Kemudian lebih dari 73.000 orang difasilitasi repatriasi, termasuk 1.300 ABK, hampir 240 ribu bantuan sembako disalurkan.
Lalu di tahun 2021, sebanyak 7 WNI dibebaskan dari hukuman mati, 4 WNI dibebaskan dari penyanderaan.
Selanjutnya, lebih dari Rp 179,3 miliar hak finansial diselamatkan, serta fasilitas pemberian vaksin bagi 88.637 WNI diberikan di berbagai kawasan dunia.
Retno menuturkan pemerintah juga memperkuat sistem pelindungan baik dalam penguatan infrastruktur hingga pembentukan kerja sama bilateral maupun norm setting di level multilateral.
Untuk tahun 2022, kata Retno, dengan kompleksitas kasus pelindungan yang tinggi, maka fokus utama diplomasi pelindungan WNI akan diberikan dalam tiga fokus.
Baca Juga: Sebanyak 73 Ribu WNI Direpatriasi Sepanjang 2021
Pertama, yaitu percepatan transformasi digital melalui perkuatan Integrated Data Operating Centre (IDOC) untuk mengelola Big Data tentang pelindungan, integrasi Aplikasi Safe Travel dengan Aplikasi Peduli Lindungi guna meningkatkan rasa aman pada saat WNI bepergian di masa pandemi. Serta pembangunan data awal pemilih luar negeri untuk Pemilu 2024.
Fokus kedua, pemerintah, dalam hal ini Kemenlu, akan meningkatkan infrastruktur dan SDM pelindungan.
"Melalui pembangunan Indonesian Seafarers Corner di Busan, Korea Selatan, peningkatan kualitas infrastruktur dan tata kelola shelter di Perwakilan RI dan penguatan kapasitas diplomat responsif gender," tutur Retno.
Fokus ketiga yakni pengembangan kerangka hukum dan kerja sama di tingkat nasional maupun internasional melalui MoU integrasi sistem informasi antar Kementerian/Lembaga, Mou Penempatan dan Pelindungan PMI, finalisasi Guidelines IMO-ILO untuk penanganan kasus penelantaran pelaut
"(Dan) memperkuat standar perlindungan pekerja migran dalam kerangka PBBl," katanya.