Suara.com - AJI Indonesia mendesak otoritas Hong Kong untuk melindungi kebebasan pers yang sesuai dengan Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
Ketua AJI Indonesia, Sasmito, menyerukan solidaritas terhadap seluruh jurnalis independen di Hong Kong yang gigih membela kebebasan pers di tengah tekanan luar biasa sejak UU Keamanan Nasional disahkan pada 30 Juni 2020.
"Undang-undang tersebut telah digunakan otoritas Hong Kong untuk memberangus kebebasan pers dengan menangkap jurnalis dan menutup paksa beberapa media independen," tulisnya dalam rilis yang diterima redaksi Suara.com Kamis (6/1/2022).
Seperti yang diketahui, situs berita CitizenNews Hong Kong yang didirikan sekelompok jurnalis pada 2017 memutuskan untuk berhenti beroperasi pada Selasa (4/1/2022) guna memastikan keselamatan jurnalisnya.
Baca Juga: Ancam Kebebasan Pers, AJI Desak DPR RI dan Pemerintah Hapus Pasal RUU ITE yang Bermasalah
Situs berita online independen ini memiliki lebih dari 800 ribu pengikut di media sosial.
Keputusan CitizenNews ini disampaikan pada Minggu (2/1/2022) atau tiga hari setelah polisi menggerebek dan menangkap setidaknya enam pekerja media online independen lainnya, Stand News.
Mereka dijerat dengan pasal penghasutan dan dapat menghadapi hukuman dua tahun penjara juga denda hingga 5.000 dolar Hong Kong ($640).
Mengutip AP, penggerebekan yang melibatkan lebih dari 200 petugas ini menyita materi jurnalistik dengan surat perintah berdasarkan UU Keamanan Nasional Hong Kong.
Tak lama, Stand News menyatakan website dan media sosialnya dihapus dengan semua pekerjanya diberhentikan.
Baca Juga: Ini 10 Rekomendasi AJI Terkait Kebebasan Pers Dalam Catatan Akhir Tahun 2021
Tahun lalu, operasional Apple Daily juga ditutup setelah pemiliknya ditahan dan asetnya dibekukan dengan tuduhan pasal penghasutan.
Penutupan sejumlah media independen ini membuktikan lingkungan fisik dan hukum di Hong Kong tidak bersahabat dengan kebebasan pers.
Pasal penghasutan digunakan untuk menjerat jurnalis dan media yang berujung kepada ketakutan dan penutupan media.
Tekanan otoritas Hong Kong terhadap komunitas jurnalis yang independen juga ditunjukkan lewat tindakan polisi Hong Kong mendatangi dan menahan Ronson Chan di rumahnya.
Ketua THe Kong Kong Journalists Association (HKJA) dan Deputi Editor Stand News dapat dibebaskan setelah memberikan pernyataan tertulis dengan polisi menahan kartu pers, ATM dan memeriksa alat-alat komunikasi elektronik mereka.
Penutupan paksa media independen ini bertentangan dengan Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang menjamin kebebasan berpendapat, berekspresi, menyampaikan dan menerima informasi.
Otoritas Hong Kong sebagai bagian dari komunitas internasional sudah sepatutnya menjalankan ICCPR yang menjadi bagian dari hukum internasional tentang HAM PBB. Untuk itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyampaikan sikap:
1. Mendorong otoritas Hong Kong untuk membebaskan para jurnalis yang ditahan dengan tuduhan pasal penghasutan dan menghentikan kriminalisasi jurnalis dengan pasal tersebut. Tindakan ini secara nyata telah membuat jurnalis dan media menjadi takut dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik.
2. Mendorong PBB untuk segera mengambil tindakan guna memastikan kebebasan pers di Hong Kong dan melepaskan seluruh jurnalis yang ditahan. Bantahan otoritas Hong Kong yang mengeklaim tidak melakukan penindasan dan menutup media atas kemauan sendiri tidak berdasar. Tanpa ada penggerebekan dan kriminalisasi tersebut, tiga media independen di Hong Kong tak mungkin menghentikan operasional mereka.
3. Mendorong pemerintah Indonesia untuk menyerukan kepada otoritas Hong Kong berkomitmen dalam menjamin kebebasan pers. Indonesia yang menjadi mitra strategis Hong Kong memiliki peluang dalam memberikan saran perbaikan terkait praktik hak-hak sipil dan politik yang baik di Hong Kong.