Suara.com - Catatan Konsorsium Pembaruan Agraria tahun 2021 dengan tema 'Penggusuran Skala Nasional' menyebutkan terjadi lonjakan sebanyak 123 persen konflik agraria buntut Proyek Strategis Nasional (PSN) infrastruktur jika dibandingkan dengan tahun 2020.
Jika pada 2020 terdapat 17 konflik agraria, sepanjang 2021 terjadi 38 konflik. KPA menyatakan, tidak menutup kemungkinan bahwa jumlah riil konflik di lapangan bisa jadi lebih banyak daripada catatan tersebut.
Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, mengatakan jenis pembangunan infrastruktur penyebab terjadinya konflik sangat beragam. Mulai dari pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol, bendungan, pelabuhan, kereta api, kawasan industri, pariwisata, hingga pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK).
"Dengan begitu, konflik agraria infrastruktur akibat PSN ini mengalami lonjakan tinggi sebesar 123 persen dibandingkan tahun 2020. Dari 17 kasus menjadi 38 kasus," ungkap Dewi dalam diskusi secara daring, Kamis (6/1/2021).
Merujuk catatan tahunan KPA, Dewi menyebut jika meningkatnya konflik agraria akibat PSN infrastruktur dipicu oleh target percepatan eksekusi proyek yang dijamin oleh regulasi pemerintah. Regulasi tersebut, ucap dia, mempermudah proses pengadaan dan pembebasan tanah, yang berujung pada praktik-praktik perampasan tanah warga.
Bahkan, proyek tersebut juga diberi label 'kepentingan umum'. Meski pada praktiknya, pengusaha kelas kakap dan perusahan- multinasional turut menjadi aktor utama.
"Problem utamanya adalah tanah-tanah yang menjadi target pengadaan tanah untuk 'kepentingan umum' infrastruktur tersebut tumpang tindih dengan tanah dan lahan pertanian masyarakat," papar Dewi.
Dewi menambahkan, ambisi percepatan pembangunan itu membikin PSN berjalan dalam proses yang tergesa-gesa, tidak transparan dan partisipatif. Bahkan, abai dalam menghormati dan melindungi hak konstitusional warga terdampak.
Polisi Aktor Utama Kekerasan
Baca Juga: Catatan Akhir Tahun 2021, KPA: Ada 207 Letupan Konflik Agraria Di 32 Provinsi
Polisi masih nyaman di pucuk klasemen sebagai pelaku kekerasan yang berkaitan dengan konflik agraria di Tanah Air. Dalam kasus sepanjang 2021 yang berlangsung di 32 provinsi di Indonesia, total ada 33 kasus kekerasan dalam penanganan konflik agraria yang dilakukan Korps Bhayangkara.