Suara.com - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) merilis catatan akhir tahun 2021 dengan tema 'Penggusuran Skala Nasional' yang berkaitan dengan laporan situasi konflik dan kebijakan agraria di tahun kedua pandemi Covid-19.
Tema besar itu dipilih kerena di tahun 2021, proyek strategis nasional menjadi semacam proyek yang ambisius. Proyek yang dijalankan pemerintah dan ditopang oleh ragam regulasi yang diproses sejak 2020 dan terus dipercepat rancangan kebijakannya di tahun 2021.
Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan, selama 2021 pihaknya mencatat terjadi 207 letusan konflik agraria yang bersifat struktural. Ratusan konflik itu berlangsung di 32 provinsi dan tersebar di 507 desan dan kota serta berdampak pada 198.895 kepala keluarga (KK) dengan luasan tanah berkonflik seluas 500.062,58 hektar.
"Dari sisi jumlah, memang ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 241," kata Dewi dalam diskusi daring pada hari ini, Kamis (6/1/2022).
Baca Juga: Sepanjang 2021, 2.560 Warga Sumsel Korban Konflik Agraria
Meski secara jumlah konflik agraria menurun, kata Dewi, laporan KPA mencatat terjadi kenaikan konflik agraria yang sangat siginifikan di sektor pembangunan infrastruktur. Kenaikan itu sebesar 73 persen.
Tidak hanya di sektor pembangunan infrastruktur, pada sektor pertambangan jumlah konflik juga mengalami peningkatan yang cukup drastis. Jumlah kenaikan itu mencapai 167 persen.
Dewi menambahkan, kenaikan signifikan situasi konflik agraria juga terjadi dari sisi korban terdampak. Dibanding tahun 2020 yang berjumlah 135.337 KK, di tahun 2021 menjadi 198.859 KK.
"Situasi ini menandakan bahwa konflik agraria semakin menyasar area-area dimana masyarakat bermukim, wilayah padat penduduk dan wilayah di mana masyarakat telah menguasai, mengusahakan dan mengelola tanah," jelasnya.
Kata dia, jika diakumulasi, selama dua tahun pandemi, yakni 2020 sampai 2021, telah terjadi 448 kejadian konflik di 902 kampung dan desa di Indonesia. Jika dirata-rata, maka terjadi 18 letusan konflik setiap bulannya.
Baca Juga: Konflik Agraria di Mesuji, Polisi Tembaki Petani yang Masuk Area Lahan Sengketa
KPA menyimpulkan, dua tahun tahun krisis pandemi tidak menghentikan praktik perampasan tanah di lapangan. Bahkan, pandemi Covid-19 menjadi alasan pemerintah memperluas ekspansi bisnis dan pembangunan berbasis sumber-sumber agraria dengan dalih pemulihan ekonomi.
"Hasilnya, masyarakat di wilayah-wilayah konflik terus menghadapi ancaman berlapis, terancam virus pandemi, lalu terancam digusur Negara," katanya.