Rahmat Effendi pernah bekerja sebagai asisten pergudangan dan supervisor logistik di PT Halliburton Indonesia. Selain itu, Rahmat Effendi juga merupakan Direktur PT Rampita Aditama Rizki.
Ia juga pernah menjadi anggota DPRD Kota Bekasi 1999–2004 dan Ketua DPRD Kota Bekasi 2004–2008. Kemudian, dirinya juga pernah menduduki beberapa jabatan seperti:
- Ketua LKMD Pekayon Jaya
- Ketua PK Golkar Bekasi Selatan
- Ketua DDP MKGR Kota Bekasi
- Ketua DPD AMPI Kota Bekasi
- Wakil Sekjen DPD MKGR
- Pengurus KONI Kota Bekasi
- Ketua Perbasi Kota Bekasi
- Pengurus Daerah PSSI Jawa Barat
- Anggota RAPI Kota Bekasi
- Penasehat ORARI Kota Bekasi
- Dewan Penasehat Pekat Indonesia Bersatu Bekasi.
Rahmat Effendi sudah menjadi pelaksana tugas (Plt) wali kota sejak tahun 2011 dan kemudian dilantik menjadi walikota defintif pada 3 Mei 2012 karena Mochtar Mohammad (wali kota sebelumnya) mendapatkan kekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung dengan dinyatakan bersalah dan dikenakan hukuman penjara selama enam tahun.
Pada Pilkada 2013 lalu, Rahmad Effendi yang maju bersama Akhmad Syaikhu berhasil menang satu putaran dengan perolehan 43 persen.
Kemudian pada Agustus 2019 lalu, Rahmat Effendi mencetuskan ide penggabungan Bekasi ke dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta, sehingga Bekasi berubah nama menjadi Jakarta Tenggara.
Usulan tersebut dikeluarkan berdasarkan alasan bahwa Bekasi dianggap tidak terurus selama masuk provinsi Jawa Barat. Karena anggaran Jakarta mencapai Rp 86 triliun dibandingkan dengan anggaran yang didapatkan saat ini yang sejumlah Rp 6 sampai Rp 7 triliun, sementara yang dibutuhkan adalah Rp 12 sampai Rp 15 triliun.
Rahmat Effendi pernah menyebutkan bahwa warga di Bekasi merupakan "medok Betawi" atau lebih kental unsur budaya Betawi dibandingkan Sunda di Jawa Barat. Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar lantas menyampaikan wacana penggabungan Kota Bekasi menjadi Jakarta Tenggara bisa menelan biaya hingga Rp 500 miliar.
Itulah profil Rahmat Effendi, Wali Kota Bekasi yang terjaring OTT KPK. Semoga bermanfaat!