Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan melayangkan panggilan buntut aduan yang dibuat oleh eks Pegawai Negeri (PPNPN) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Aduan yang dibuat itu berkaitan dengan tidak adanya kejelasan status kepegawaian mereka usai lembaganya melebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan, pihaknya akan meminta keterangan kepada pihak BRIN terkait dengan skema kepegawaian dan solusi atas ratusan eks-karyawan yang diberhentikan. Hanya saja, Beka belum dapat memastikan kapan waktu pemanggilan terseb
"Komnas HAM akan merespon aduan ini dengan segera menindaklanjuti untuk meminta keterangan dari para pihak terkait, termasuk BRIN,"kata Beka di kantornya, Rabu (5/1/2022).
Beka menyampaikan, para eks pegawai itu juga tidak mendapat sosialisasi terkait kejelasan kontrak mereka. Alhasil, nasib mereka menjadi tidak jelas.
Baca Juga: Terima Aduan Eks Pegawai BPPT, Komnas HAM: Negara Harus Hargai Jerih Payah Mereka
"Mereka permasalahkan juga tidak ada sosialisasi yang cukup baik kepada karyawan yang berstatus PPNPN di lingkungan BPPT," sambungnya.
Beka mengatakan, sudah seharusnya menghargai jerih payah para eks pegawai tersebut. Pasalnya, sebagian besar dari mereka telah mengabdi dan terlibat dalam riset berskala nasional bertahun-tahun.
"Saya kira negara harus juga menghargai jerih payah atau upaya kerja keras dari kawan-kawan ini semua, meskipun tidak terlihat di media begitu itu ya terlihat di publik tapi riset-riset yang ada itu juga saya kira membantu Indonesia lebih maju," ujar dia.
Menurut Beka, sumber daya manusia yang potensial tersebut sudah sepatutnya dihargai di negeri ini. Terlebih, peran mereka dalam dunia riset begitu berharga.
"Saya kira tenaga-tenaga potensial atau sumber daya manusia yang potensial di republik ini harus dihargai sejarahnya dan peran terhadap riset yang ada di Indonesia," sambungnya.
Baca Juga: Minta Dipekerjakan Kembali, Paguyuban PPNPN BPPT: Mau Kerja Lagi Mentok Di Umur
Sementara itu, Sekretaris Paguyuban PPNPN BPPT Rudi Jaya mengatakan, dia dan rekan-rekannya hanya menuntut diperkerjakan kembali usai kontrak berakhir per 31 Desember 2021 lalu. Artinya, tuntutan bukan berkaitan soal pesangon dan lainnya.
"Kami tidak menuntut adanya pesangon dan segala macam. Kami hanya menuntut dipekerjakan kembali. Kontrak terakhir per 31 Desember," ucap Rudi.
Sebelum membikin aduan ke Komnas HAM, Paguyuban PPNPN BPPT telah berupaya menggelar audiensi dengan para petinggi BPPT. Hanya saja, Rudi dan rekan-rekan hanya menerima jawaban bahwa para petinggi di BPPT tidak mempunyai kewenangan terkait status kepegawaian tersebut.
"Kami sudah secara di lembaga satker masing-masing sudah, tapi mereka (petinggi BPPT) mengatakan jika mereka tidak memeliki wewenang. Karena ini kebijakan di atas. Jadi kami mengambil langkah ini (membuat aduan)," katanya.
Menurut Rudi, ratusan eks pegawai yang diberhentikan itu rata-rata telah mengabdi di atas lima tahun. Misalnya saja dirinya yang telah 16 tahun berkecimpung di Balai Bioteknologi dan kerap terlibat dalam riset berskala internasional.
"Kebanyakan dari kami itu sudah bekerja di atas lima tahun. Saya sendiri sudah 16 tahun di Balai Bioteknologi di BPPT dan kita itu terlibat juga dalam riset berskala nasional," sambungnya.
Hal-hal semacam itu, kata Rudi, sudah seharusnya menjadi pertimbangan. Bahkan, mereka turut menyayangkan pemutusan kerja ratusan eks pegawai tersebut.
"Bahkan di dalam hal yang sedang urgent, misalnya ketika kami ikut terlibat dalam riset kemandirian bahan baku obat. Alhamdulilah kami di situ terlibat di sana," imbuhnya.