Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memanggil 12 saksi dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif, Abdul Wahid sebagai tersangka, pada Rabu (5/1/2022) hari ini.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, 12 saksi ini diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Abdul Wahid.
Mereka adalah seorang sales bernama Ferry Riandy Wijaya; kontraktor Muhammad Muzakkir, dan empat pihak swasta Muhammad Fahmi Ansyari, H. Farhan, Abdul Halim, dan Abdul Hadi.
Kemudian, PPAT Maulana Firdaus; pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) Tahuddin Noor; pedagang mobil bekas Noor Elhamsyah; staf Bina Marga H. M. Ridha; mantan ajudan bupati Hadi Hidayat; dan Direktur PT Prima Mitralindo Utama Barkati.
Baca Juga: Sempat Mangkir, KPK Ultimatum Lukman Hakim Penuhi Panggilan Kasus Bupati HSU Abdul Wahid
"Pemeriksaan dilakukan di Polres Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan," ujar Ali dikonfirmasi, Rabu (5/1/2022).
Ali pun belum dapat menyampaikan apa yang akan ditelisik penyidik antirasuah terhadap pemeriksaan sejumlah saksi ini. Ali pun berharap para saksi penuhi pemeriksaan.
Belum lama ini, KPK kembali menetapkan Bupati Abdul Wahid sebagai tersangka kasus pencucian uang. Tim penyidik menemukan bukti permulaan cukup dalam mengusut perkara suap yang sebelumnya sudah menjerat Abdul sebagai tersangka.
"KPK kembali menetapkan tersangka AW (Abdul Wahid) sebagai tersangka dalam dugaan perkara TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)," kata Ali beberapa waktu lalu,
Kasus Lama Abdul Wahid
Baca Juga: Sejumlah Pihak Diduga Sengaja Sembunyikan Aset Bupati Abdul Wahid, Siap-siap Dijerat KPK
Diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Abdul Wahid sebagai tersangka kasus suap. Diduga, Abdul Wahid mendapatkan uang mencapai belasan miliar rupiah dari sejumlah kontraktor yang mengerjakan berbagai proyek di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Salah satunya, Abdul mendapatkan uang suap dari perantara Plt Kadis PU pada Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara, Maliki yang kekinian sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri sebelumnya, merinci sejumlah uang yang didapatkan oleh Abdul Wahid. Menurutnya, Abdul meminta komitmen fee sebesar 5 persen dari para kontraktor yang mengerjakan proyek di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Pertama, penerimaan uang Abdul Wahid melalui dari pihak kontraktor yakni MRH dan FH mencapai Rp 500 juta, melalui Maliki. Kemudian, pada tahun 2019 senilai Rp 4,6 miliar, tahun 2020 sejumlah sekitar Rp 12 miliar dan pada tahun 2021 sebesar Rp 1,8 miliar.
Selama proses penyidikan itu, kata Firli, KPK sudah menyita sejumlah uang tersebut sebagai barang bukti. Namun, kata Filri, KPK masih menghitung lagi karena ada juga pemberian kepada Abdul dari mata uang asing.
"Sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya," kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (18/11/2021).