Suara.com - Penanganan hukum terhadap kasus kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga belum berpihak kepada korban, demikian temuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.
Temuan lain yang disampaikan hari ini, sebagian korban berani berbicara mengenai kasus yang mereka alami.
Namun, keberanian sejumlah korban belum dapat mendorong korban-korban lain untuk ikut berbicara.
Selama 2021 tercatat 189 kasus kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani YLBHI.
Baca Juga: Tangani 189 Kasus Kekerasan Seksual dan KDRT, YLBHI: Proses Hukum Tak Berpihak ke Korban
Anggota YLBHI Zaenal menyebutkan kasus kekerasan seksual yang ditangani YLBHI meliputi percobaan atau upaya pemerkosaan, kekerasan berbasis gender online, pelecehan, eksploitasi seksual, pemaksaan aborsi, pembuatan video, pemerasan, kekerasan fisik, dan psikis serta gang rape.
Sedangkan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani YLBHI terdiri dari penelantaran rumah tangga, kekerasan fisik, menikah tanpa izin istri, kekerasan psikis, eksploitasi anak dan kekerasan fisik terhadap anak.
Sedangkan pelakunya, paling banyak "relasi dalam pacaran, ini memang menempati posisi yang tertinggi kaitanya dengan kasus yang ditangani LBH, relasi dalam keluarga, relasi dalam pekerjaan, pertemanan di sosmed, pinjol dan tidak dikenal."
Zaenal juga menyebutkan ada peningkatan kasus di beberapa wilayah, seperti Makassar dan Surabaya.
"Aarena ada indikasi korban sudah mulai speak up karena kesadaran dan secara publik, tapi harus kita akui masih banyak korban kekerasan seksual dan KDRT yang tidak berani speak up."
Baca Juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Perempuan dan Anak-anak Terus Menjadi Korban