Tangani 189 Kasus Kekerasan Seksual dan KDRT, YLBHI: Proses Hukum Tak Berpihak ke Korban

Jum'at, 31 Desember 2021 | 13:09 WIB
Tangani 189 Kasus Kekerasan Seksual dan KDRT, YLBHI: Proses Hukum Tak Berpihak ke Korban
Anggota YLBHI Zaenal memaparkan penanganan kasus kekerasan seksual dan KDRT sepanjang tahun 2021 yang ditayangkan melalui Youtube pada Jumat (31/12/2021). [Tangkapan layar]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan terdapat sebanyak 189 kasus yang ditangani pihaknya mengenai kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga sepanjang tahun 2021.

Dalam proses penanganannya, YLBHI mengemukakan, proses hukum yang berjalan tidak pernah berpihak kepada korban.

Anggota YLBHI Zaenal menungkapkan untuk kasus kekerasan seksual yang ditangani tersebut meliputi percobaan atau upaya pemerkosaan, kekerasan berbasis gender online, pelecehan, eksploitasi seksual, pemaksaan aborsi, pembuatan video, pemerasan, kekerasan fisik dan psikis serta gang rape.

Sementara jenis-jenis kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani YLBHI ialah penelantaran rumah tangga, kekerasan fisik, menikah tanpa izin istri, kekerasan psikis, eksploitasi anak dan kekerasan fisik terhadap anak.

Baca Juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Perempuan dan Anak-anak Terus Menjadi Korban

Kalau dilihat dari sisi pelaku, paling banyak yang memiliki hubungan dalam pacaran.

"Relasi dalam pacaran, ini memang menempati posisi yang tertinggi kaitanya dengan kasus yang ditangani LBH, relasi dalam keluarga, relasi dalam pekerjaan, pertemanan di sosmed, pinjol dan tidak dikenal," kata Zaenal dalam paparannya yang ditayangkan melalui YouTube YLBHI Indonesia, Jumat (31/12/2021).

Kemudian, Zaenal juga mengatakan, menemukan adanya beberapa poin penting dalam kasus kekerasan seksual. Semisal, proses hukum tidak berpihak pada korban, minim akses ruang aman, dan korban tidak berani speak up.

Zaenal menuturkan ada beberapa korban yang sudah mulai berani berbicara. Namun hal tersebut belum bisa mendorong korban-korban lainnya untuk ikut berbicara soal kekerasan seksual yang dialaminya.

"Ada peningkatan kasus di beberapa wilayah seperti Makassar dan Surabaya karena ada indikasi korban sudah mulai speak up karena kesadaran dan secara publik tapi harus kita akui masih banyak korban kekerasan seksual dan KDRT yang tidak berani speak up."

Baca Juga: Fakultas Syariah UIN Jember Menerbitkan Aturan Pencegahan Kekerasan Seksual

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI