Suara.com - Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf menyoroti beberapa janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai masih jauh dari realisasi dalam dua periode kepemimpinan hingga akhir tahun 2021.
Pertama, Bukhori menagih janji presiden, terkait susunan kabinet yang ramping saat pilpres 2014 silam. Ia pun menyandingkan janji tersebut dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 tahun 2021 tentang Kementerian Sosial (Kemensos) yang di dalamnya mengatur jabatan Wakil Menteri Sosial.
Menurutnya, selain membuat postur kabinet semakin gemuk, posisi wakil menteri dinilai belum mendesak. Apalagi Mensos Tri Rismaharini mengaku posisi wakil menteri di instansinya bukan atas dasar keinginannya, melainkan atas kewenangan Presiden.
"Walhasil, posisi wamen ini patut dipersoalkan, karena selain akan berdampak pada pemborosan anggaran di saat kondisi APBN sedang kritis, adanya posisi itu semakin menunjukan Presiden Jokowi yang semakin menjauhkan perbuatannya dari apa yang pernah dijanjikan pada 2019 lalu, yaitu membentuk susunan kabinet yang ramping," kata Bukhori kepada wartawan, Jumat (31/12/2021).
Baca Juga: Demokrat: Iklim Demokrasi Pemerintahan Jokowi Belum Menyamai Era SBY
Kedua, politikus PKS itu juga menyoroti lemahnya komitmen Presiden Jokowi terhadap pemberantasan korupsi.
Bukhori menyebut dicopotnya dua menteri Kabinet Indonesia Maju lantaran tersandung kasus korupsi sepanjang tahun 2021 sebagai pukulan telak bagi janji antikorupsi yang pernah diucapkan Jokowi.
"Kasus korupsi bansos dan suap benur di saat pandemi barangkali menjadi sejarah kelam yang pernah ditorehkan oleh rezim dalam kaleidoskop 2021. Publik sulit melupakan peristiwa yang memalukan dan menyakiti hati itu," ungkapnya.
Kemudian yang terakhir, Bukhori mempertanyakan janji Presiden Jokowi untuk tidak menambah utang baru. Janji itu disampaikan pihaknya ketika maju sebagai calon presiden pada 2014 silam.
Menurutnya, memasuki periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi, utang negara justru semakin berada pada titik yang mengkhawatirkan.
Baca Juga: Refleksi Akhir Tahun, Demokrat: Jokowi Harus Perbaiki Iklim Demokrasi Seperti Era SBY
"Proyek mercusuar pemerintah yang berdampak pada bertambahnya beban utang negara bertolak belakang dengan janji Presiden yang pernah diucapkan. Nafsu untuk meninggalkan warisan pembangunan semestinya tidak menimbulkan beban baru bagi rakyat maupun generasi mendatang akibat tumpukan utang yang kian menggunung," tuturnya.
Dalam Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan 1 tahun 2021, BPK memberi peringatan atas lonjakan utang pemerintah yang hingga akhir tahun 2020 menyentuh Rp 6.074,56 triliun.
BPK menilai kerentanan utang pemerintah telah melewati batas rekomendasi IMF mengingat rasio utang terhadap pendapatan pemerintah berada di atas ambang batas wajar, yakni 46,7 persen. Padahal, idealnya adalah 30 persen.