Penuh Kontroversi, Cerminan Tidak Maksimalnya Kinerja Polri

Rabu, 29 Desember 2021 | 18:24 WIB
Penuh Kontroversi, Cerminan Tidak Maksimalnya Kinerja Polri
Ilustrasi polisi (Facebook)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - SETARA Institute menyebut rangkaian persoalan menyangkut institusi atau anggota Polri mencerminkan tidak maksimalnya kinerja korps Bhayangkara tersebut.

Pun tiap kali persoalan yang terkait institusi korps baju cokelat muncul kerap mendapat sorotan serius. 

“Letupan tersebut berasal dari masyarakat yang mengalami langsung, mendengar, maupun melihat kinerja sebagian anggota Polri dalam pelayanan publik yang tidak mencerminkan visi Presisi (prediktif, responsibilitas, transparansi, dan berkeadilan),” kata Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute Ikhsan Yosarie dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (29/12/2021).

Berdasarkan catatan SETARA Institute, ada sejumlah kasus melibatkan anggota Polri, seperti anggota kepolisian yang menolak laporan seorang korban perampokan di Pulogadung, Jakarta Timur hingga Kapolsek di Sulawesi Tengah (Sulteng) diduga melakukan pelecehan terhadap putri salah seorang tersangka yang tengah mendekam di penjara.

Baca Juga: Kapolri ke Para Kapolda: Doktrin Tugas Pokok Polri Berikan Pelayanan Masyarakat!

Beberapa kasus itu pun mendapat kecaman publik, karena harus viral terlebih dahulu baru mendapat respons dari kepolisian, hingga muncul  tagar #percumalaporpolisi, #satuharisatuoknum, dan #noviralnojustice.

“Munculnya pelbagai tagar tersebut seharusnya menjadi lecutan serius bagi institusi kepolisian,” kata Ikhsan. 

Sebab menurutnya, Polri diberi kewenangan dalam penegakan hukum guna memberikan keadilan bagi masyarakat. Namun dengan adanya persoalan yang menjerat, Polri tidak dipercaya lagi oleh masyarakat. 

“Bagi masyarakat justru tidak dipercaya untuk melakukan kewenangannya (Polri), atau bahkan dianggap akan berkinerja baik ketika pemberitaan kasus tersebut viral dan mendapat sorotan luas publik,” ujarnya. 

“Menghadirkan keadilan terhadap masyarakat seharusnya dilakukan dalam kondisi apapun,” katanya. 

Baca Juga: Dominasi Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis Sepanjang 2021, AJI: Pelakunya Polisi

Di samping itu, seringnya petinggi Polri menggunakan kata ‘Oknum’, saat anggotanya melakukan kesalahan, kata Ikhsan, justru memicu kegeraman dan ketidakpercayaan publik. 

“Dalih hanya oknum juga tidak relevan, jika mengacu pada ketentuan Peraturan Kapolri (Perkap) No 7 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri. Sebab, ruang lingkup dalam kode etik tersebut justru bermula dari etika kepribadian,” ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI