Suara.com - Tari piring adalah sebuah tari tradisional yang berasal dari Sumatera Barat. Pola lantai tari piring pun banyak dipelajari. Tari khas Minangkabau ini menggunakan piring sebagai pusat atraksinya. Penari Tari Piring biasanya akan membawa satu piring di tangan dan menarikannya mengikuti pola lantai tertentu.
Kini, tari piring tak hanya berkembang di tanah Minang. Tarian ini dipentaskan di seluruh penjuru nusantara untuk acara adat pernikahan dan dunia untuk memperkenalkan budaya Indonesia. Jika ingin belajar tarian ini, Anda perlu tahu pola lantai tari piring.
Seperti semua tarian, jika ingin mempelajari tari piring maka mulailah dengan mempelajari pola lantainya. Seperti dilansir dari berbagai sumber, pola lantai adalah garis lintasan tarian yang menentukan gerakan tarian.
Terdapat enam pola lantai tari piring yang perlu diketahui yakni spiral, berbaris, lingkaran besar dan kecil, vertikal, dan horizontal. Desain spiral yang menggunakan lebih dari satu garis lingkaran yang searah pada anggota badan memberikan kesan lembut dan elegan.
Baca Juga: Daftar Suku Bangsa di Indonesia yang Terbesar dan Terkenal Hingga Mancanegara
Masing-masing penari juga menempati posisi yang membentuk lingkaran besar dan lingkaran kecil. Mereka bergerak maju dan mundur berdasarkan pola lantai vertikal, serta bergerak ke samping berdasarkan pola lantai horizontal.
Uniknya setelah semua gerakan dilakukan, para penari akan melempar piringnya ke lantai sampai pecah. Mereka harus berjalan pada pecahan piring, yakni beling tajam, namun tidak akan menimbulkan luka pada kaki. Keunikan ini tidak ditemukan pada tari tradisional lain.
Selain pola lantai tari piring, filosofi tarian juga menarik untuk diketahui. Masyarakat Minangkabau percaya Tari Piring adalah wujud rasa syukur setelah para dewa mengabulkan doa untuk mendapatkan hasil panen yang melimpah.
Ritual kemudian dilakukan dengan membawa sesaji berbentuk makanan yang dimasak secara bergotong royong dari hasil bumi untuk diletakkan pada piring. Piring-piring itu dibawa dengan tangan dan ditarikan dengan gerakan yang dinamis.
Agama Islam di Minangkabau kemudian membawa akulturasi budaya pada tari piring. Tari Piring tidak lagi digunakan untuk menyembah para dewa ketika musim panen seperti sebelumnya.
Baca Juga: Kemeriahan Festival Pesona Minangkabau
Fungsi tari piring pun berubah sebagai sarana dakwah yang ditampilkan pada upacara keagamaan atau di pusat-pusat keramaian. Sekian penjelasan singkat tentang pola lantai tari piring, tarian khas Minangkabau.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni