Suara.com - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan bangsa Indonesia memiliki modal sosial yang hebat yakni kegotongroyongan dan kerelawanan meski tengah mengadapi kondisi pandemi Covid-19. Modal sosial tersebut kata Haedar juga dimiliki bangsa Indonesia ketika menghadapi krisis ekonomi tahun 1997-1998
"Kita semua punya modal sosial yang hebat, kita punya modal sosial yang yang potensial, yakni kerelawanan, kemudian kegotongroyongan, spirit untuk karena kita biasa kan bangsa Indonesia itu punya ketangguhan menghadapi derita, tapi ini modal-modal spiritual dan ruhaniah bangsa kita," ujar Haedar dalam Refleksi 2 Tahun Pandemi MCC PP Muhammadiyah, Selasa (28/12/2021).
Sehingga Haedar menilai bangsa Indonesia tangguh menghadapi guncangan-guncangan termasuk pandemi Covid-19. Namun kata dia, tidak akan cukup tangguh jika tidak mengkapitalisasi modal sosial menjadi sistem yang kolektif.
"Tidak akan cukup tangguh, kalau kita tidak mengkapitalisasi modal sosial ini menjadi sistem kolektif yang juga harus kita revitalisasi," tutur dia.
Baca Juga: Terpengaruh Ceramah Gus Dur, Buya Anwar Abbas Sampai Jual Rumah
Haedar mencontohkan pada awal-awal Covid-19, beberapa kelompok yang menolak jenazah Covid-19 untuk dimakamkan. Beberapa kelompok atau masyarakat tidak siap menerima karena ada yang terkena Covid-19.
"Misalkan di awal-awal ternyata kita jebol soal gotong-royong kita, soal kerelawanan kita, sampai ada beberapa kelompok atau komunitas di masyarakat kita yang tidak siap menerima mereka yang terkena, bahkan sampai ada jenazah yang harus dimakamkan pun ditolak," ucap Haedar.
Sehingga kata Haedar, modal sosial tersebut harus diterapkan menjadi sistem sosial yang tangguh.
"Poin penting ini menunjukkan pada kita bahwa tidak bisa modal sosial kita yang hadir secara genuine itu, dibiarkan seperti danau tergenang, kita harus mengkapitalisasinya menjadi sebuah sistem sosial yang tangguh," kata dia.
Haedar juga mengingatkan isu gotong royong yang dimiliki Indonesia tak hanya menjadi pidato para elit, namun harus terus ditanamkan.
Baca Juga: China Larang Organisasi Asing Beri Layanan Keagamaan, Termasuk NU dan Muhammadiyah?
"Isu gotong royong jangan terus menjadi pekik pidato para elit, tapi harus menjadi proses transformasi sosial yang harus kita tanamkan. Bahwa ujian kita bergotong-royong ujian persaudaraan, ujian kebersamaan itu justru disaat datang di saat-saat genting seperti ini dan kita baru tangguh jika kita memang mampu menghadirkan modal sosial ini," katanya.