Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan akan memproses hukum pihak-pihak yang merintangi kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang kini menjerat Bupati Hulu Sungai Utara (HSU), Abdul Wahid sebagai tersangka.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut KPK tak segan akan menerapkan sanksi pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 Undang Undang Tipikor.
"KPK mengingatkan agar dalam proses penyidikan perkara ini, tidak ada pihak-pihak yang dengan secara sadar dan sengaja mencoba mencegah, merintangi atau menggagalkan penyidikan perkara ini," ujar Ali saat dikonfirmasi, Selasa (28/12/2021).
Ali menyebut, tim penyidik KPK kini tengah mengumpulkan sejumlah aset milik tersangka Abdul Wahid yang sengaja disamarkan dan dialihkan kepada sejumlah pihak dari hasil tindak pidana korupsi. Aset-aset itu disebut bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan dan menempatkan uang dalam rekening bank.
Baca Juga: Kasus Pencucian Uang, Bupati HSU Abdul Wahid Kembali jadi Tersangka
Tim penyidik KPK, kata Ali, mendapatkan informasi adanya pihak-pihak mencoba untuk mengambil alih aset-aset milik tersangka Abdul Wahid.
"Diduga ada pihak-pihak yang dengan sengaja mencoba untuk mengambil alih secara sepihak aset-aset yang diduga milik tersangka AW (Abdul Wahid)," katanya.
KPK mengingatkan soal Pasal 21 Undang Undang Tipikor kepada orang-orang yang mencoba merintangi proses penyidikan. Di mana, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.
Mereka akan dipidana dengan hukuman penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
Kasus Lama Bupati Abdul Wahid
Baca Juga: KPK Sebut Puspom Hentikan Kasus Korupsi Helikopter AW-101, Ini Kata Panglima TNI
Diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Abdul Wahid sebagai tersangka. Diduga, Abdul Wahid mendapatkan uang mencapai belasan miliar rupiah dari sejumlah kontraktor yang mengerjakan berbagai proyek di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Salah satunya, Abdul mendapatkan uang suap dari perantara Plt Kadis PU pada Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara, Maliki yang kekinian sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri sebelumnya merinci sejumlah uang yang didapatkan oleh Abdul Wahid. Menurutnya, Abdul meminta komitmen fee sebesar 5 persen dari para kontraktor yang mengerjakan proyek di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Pertama, penerimaan uang Abdul Wahid melalui dari pihak kontraktor yakni MRH dan FH mencapai Rp 500 juta, melalui Maliki. Kemudian, pada tahun 2019 senilai Rp 4,6 miliar, tahun 2020 sebesar Rp 12 miliar dan pada tahun 2021 mencapai Rp 1,8 Miliar.
Selama proses penyidikan itu, kata Firli, KPK sudah menyita sejumlah uang tersebut sebagai barang bukti. Namun, kata Filri, KPK masih menghitung lagi karena ada juga pemberian kepada Abdul dari mata uang asing.
"Sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya," kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (18/11/2021).
Dalam kasus ini, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999.