Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat setidaknya ada 18 kasus kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan selama rentang waktu 2021. Dari hasil itu diketahui sebanyak 55 persen pelakunya merupakan guru.
"Dari 18 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan, 4 atau 22,22 persen dari total kasus terjadi di sekolah di bawah kewenangan KemendikbudRistek, dan 14 atau 77,78 persen terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama," kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti kepada wartawan, Selasa (28/12/2021).
Retno menjelaskan, mayoritas kasus kekerasan seksual terjadi di satuan pendidikan berasrama atau boarding school, yaitu sebanyak 12 satuan pendidikan (66,66 persen) dan terjadi kekerasan seksual di satuan pendidikan yang tidak berasrama hanya di 6 satuan pendidikan (33,34 persen).
Kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan di bawah kemendikbudristek pun 2 (dua) diantaranya adalah sekolah berasrama, yaitu di kota Medan dan di Batu, Kota Malang. Menariknya para pelaku dalam kasus ini justru orang terdekat yakni Guru atau Tenaga Pendidik.
Baca Juga: Heboh Laporan Korban kekerasan Seksual Diabaikan Polisi, Ini Tanggapan Polda Metro Jaya
"Pelaku kekerasan seksual terdiri dari pendidik atau guru sebanyak 10 orang (55.55 persen); Kepala Sekolah/ Pimpinan pondok pesantren sebanyak 4 orang (22,22 persen); pengasuh (11,11); tokoh agama (5.56 persen) dan Pembina Asrama (5.56 persen)," ungkapnya.
Menurut Retno, total jumlah pelaku ada 19 orang, meskipun total kasusnya 18, karena untuk Ponpes di Ogan Ilir ada 2 pelaku, keduanya merupakan guru. Seluruh pelaku adalah laki-laki.
Adapun total jumlah korban anak adalah 207 orang, dengan rincian 126 anak perempuan dan 71 anak laki-laki. Usia korban dari rentang 3 sampai 17 tahun, dengan rincian usia PAUD/TK 4 persen, usia SD/MI 32%; usia SMP/MTs 36 persen, dan usia SMA/MA 28 persen.
"Sedangkan modus pelaku sangat beragam, di antaranya adalah mengiming-imingi korban mendapat nilai tinggi, diiming-imingi jadi Polwan, diming-imingi bermain game online di tablet pelaku, pelaku minta dipijat korban lalu korban diraba-raba bagian intimnya saat memijat, pelaku meminta korban menyapu gudang, namun kemudian dicabuli di dalam gudang. Mengancam memukul korban jika menolak, mengeluarkan dalil-dalil harus nurut pada guru, dan dalih terapi alat vital yang bengkok," tuturnya.
Atas dasar itu, KPAI mendorong Kementerian Agama memiliki Peraturan Menteri seperti Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan penanggulangan Kekerasan di satuan pendidikan. Kemudian, KPAI juga mendorong KemendikbudRistek dan Kementerian Agama untuk membangun sistem perlindungan terhadap peserta didik selama berada di lingkungan satuan pendidikan dengan sistem berlapis.
Baca Juga: Penganugerahan Bintang Madrasah Aliyah Nurul Qarnain Jember
Selain itu, KPAI meminta KemendikbudRistek untuk mensosialisasi secara massif Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 kepada Dinas-Dinas Pendidikan di seluruh Kabupaten/Kota dan provinsi. KPAI mendorong Satuan pendidikan harus berani mengakui dan mengumumkan adanya kasus kekerasan seksual dilingkungan satuan pendidikan disertai permintaan maaf.
Adapun laporan di atas dilakukan mulai 2 Januari – 27 Desember 2021 melalui pemantauan kasus yang dilaporkan keluarga korban ke pihak kepolisan dan diberitakan oleh media massa. Selama tahun 2021, ada 3 bulan tidak muncul kasus kekerasan seksual di media massa ataupun yang di laporkan kepolisian, yaitu pada bulan Januari, Juli dan Agustus.