Fakta Menarik Gereja Katedral Jakarta dan Sejarahnya

Rifan Aditya Suara.Com
Sabtu, 25 Desember 2021 | 16:29 WIB
Fakta Menarik Gereja Katedral Jakarta dan Sejarahnya
Sejarah dan fakta menarik Gereja Katedral Jakarta - Penampakan Gereja Katedral Jakarta saat perayaan Natal 2020. (Suara.com/Ummi HS)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Momen Hari Natal 2021 ini tidak ada salahnya kita isi dengan mengerahui sejarah Gereja Katedral Jakarta dan fakta menariknya. Apa saja fakta menarik Gereja Katedral Jakarta?

Sejumlah fakta menarik Gereja Katedral Jakarta dimulai, secara tak terduga, di Eropa. Berikut ini penjelasan selengkapnya

Sejarah Gereja Katedral Jakarta

Setelah Napoleon menempatkan saudaranya Louis sebagai Raja Belanda pada tahun 1806. Belanda, yang saat itu adalah kerajaan Protestan, tiba-tiba memiliki seorang penguasa Katolik Roma yang meyakinkan Vatikan untuk menunjuk seorang prefek apostolik untuk koloni Hindia Belanda, sekarang Indonesia, pada tahun 1807.

Baca Juga: Hari Natal, Anies Ajak Jadikan Jakarta Sebagai Rumah yang Mempersatukan

Kurang dari setahun kemudian, para utusan, Revs. Yacobus Nelissen dan Lambertus Prinsen, tiba di Batavia (sekarang Jakarta). Mereka mengadakan misa di rumah seorang Dr. Assmuss di Senen serta di sebuah gubuk di barak militer terdekat sebelum pemerintah kolonial membangun untuk mereka sebuah kapel di Kwitang.

Kapel ini, yang dijuluki Gereja St. Ludovikus, secara efektif adalah gereja Katolik pertama di Hindia Belanda. Nama itu mungkin berdasarkan persetujuan dari raja di Belanda. Ludovikus adalah versi Belanda dari Louis.

Catatan mengatakan bahwa Sir Stamford Raffles, gubernur Inggris yang berkuasa (koloni itu untuk sementara jatuh di bawah Inggris selama Perang Napoleon), adalah salah satu ayah baptis untuk salah satu bayi pertama yang dibaptis di kapel. Namun, jemaat harus menemukan rumah baru setelah kebakaran menghanguskan gereja pada tahun 1828.

Penggantinya adalah Gereja Bunda Maria, dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh seorang bangsawan Belanda bernama de Kock yang dibeli dengan bantuan komisaris jenderal kolonial Katolik, Leonardus du Bus de Gisignies.

Gereja kedua ini menampilkan arsitektur neo-klasik khas bangunan periode lainnya. Diresmikan pada tahun 1829 dan runtuh tiga hari setelah Paskah pada tahun 1890.

Baca Juga: Cara Membuat Serabi Kinca Gula Merah, Praktis Tanpa Harus Pakai Mixer dan Cetakan

Prefektur memutuskan untuk membangun kembali di situs yang sama, menunjuk seorang imam Yesuit bernama Antonius Dijkman untuk merancang sebuah gereja baru. Dijkman yang sebelumnya merancang dua gereja di Eropa, belajar di bawah arsitek Prancis pemenang penghargaan Viollet-le-Duc dan bekerja di bawah Cuypers, seorang arsitek Belanda yang terkenal karena desain bangunan komersial di Belanda dan Hindia Belanda.

Dijkman merancang gereja baru dengan dasar garis neo-Gothic, berbeda dengan tren neo-Klasik di Batavia yang disukai oleh Belanda karena mereka membangun struktur monumental untuk mendukung upaya kolonial mereka.

Sementara itu, gaya neo-Gothic populer untuk desain gereja di Eropa. Mode, yang terkenal karena warna gelap dan menara meruncing, mendapatkan daya tarik setelah beberapa dekade perang dan melambangkan pertobatan dan pendekatan kepada Tuhan di langit.

Umat Kristiani saat mengikuti Misa Natal di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Sabtu (25/12/2021). [Suara.com/Alfian Winanto,]
Umat Kristiani saat mengikuti Misa Natal di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Sabtu (25/12/2021). [Suara.com/Alfian Winanto,]

Memiliki Tiga Menara

Seperti di katedral di Eropa, fakta menarik Gereja Katedral Jakarta memiliki tiga menara, masing-masing dengan desain yang berbeda. Dua menara setinggi 60 meter terletak di bagian depan.

Kiri disebut Benteng Daud, mewakili kekuatan raja dalam melindungi rakyatnya, sedangkan kanan disebut Menara Gading untuk melambangkan kemurnian Perawan Maria. Berdiri hanya setinggi 45 meter, menara ketiga – Angelus Dei, atau Malaikat Allah – terletak di atas altar utama gereja.

Di Eropa, struktur neo-Gothic biasanya dibuat dari batu. Di Jakarta, Dijkman, memanfaatkan kemampuan pengrajin lokal, menggunakan batu bata 20x40 cm, dengan kayu dan sirap untuk atap, yang kemudian diubah menjadi tembaga untuk menghindari kebocoran.

Sayangnya, Dijkman tidak pernah melihat gereja selesai, karena penyakit memaksanya kembali ke Belanda. Sementara konstruksi, berlanjut di bawah Marius Hulswit, seharusnya memakan waktu tiga tahun saja untuk selesai. Akan tetapi, pembangunan memakan waktu satu dekade, karena berbagai sebab.

Suasana umat Kristiani saat mengikuti Misa Natal di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Sabtu (25/12/2021). [Suara.com/Alfian Winanto,]
Suasana umat Kristiani saat mengikuti Misa Natal di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Sabtu (25/12/2021). [Suara.com/Alfian Winanto,]

Misa Pertama Gereja Katedral Jakarta

Fakta menarik Gereja Katedral Jakarta berikutnya adalah mengenai misa pertamanya. Gereja mengadakan misa pertamanya pada tanggal 21 April 1901. 

Dalam seni arsitekturnya, katedral dilengkapi dengan cathedra, tahta yang digunakan oleh seorang uskup agung, dan jendela rosetta. Jendela ini, ikon Katedral Jakarta, terletak di atas architrave gerbang utama dengan dua pintu kayunya.

Architrave, yang merupakan pita untuk patung batu Maria, diukir dengan frasa “All generations shall call me blessed”. Jendela lain juga dibuat dengan kaca patri. Namun, tidak seperti di katedral Eropa, yang menunjukkan gambar Yesus atau orang-orang kudus, Katedral Jakarta menunjukkan pola bunga berulang. 

Demikian itu fakta menarik Gereja Katedral Jakarta yang dirangkum Suara.com dari berbagai sumber.

Kontributor : Mutaya Saroh

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI