Suara.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas meneken Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
Dalam SKB Empat Menteri itu terdapat aturan pemberian sanksi bagi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) yang menolak divaksin Covid-19.
Aturan itu terdapat dalam diktum kedelapan SKB Empat Menteri. Sanksi bisa diberikan oleh pemerintah pusat hingga kantor Kementerian Agama tingkat kabupaten/kota.
"Pendidik dan tenaga kependidikan yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19 tetapi menolak divaksinasi Covid-19, pemerintah pusat, pemerintah daerah, kantor wilayah Kementerian Agama provinsi, kantor Kementerian Agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundangan," demikian tertuang dalam SKB Empat Menteri yang dikutip Suara.com, Jumat (24/12/2021).
Baca Juga: Ada Masyarakat Curi Start Dapat Booster Vaksin Covid-19, Begini Respon Satgas
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 Tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Selain itu, ancaman sanksi juga diterapkan bagi kepala satuan pendidikan yang terbukti melakukan tatap muka terbatas berlangsung.
Menkes Budi menuturkan kalau SKB sebelumnya menerangkan kalau satuan pendidikan yang mayoritas PTK-nya sudah divaksin wajib menyediakan layanan pembelajaran tatap muka (PTK) terbatas dan PTK yang belum divaksin disarankan mengajar secara jarak jauh. Namun dikarenakan saat ini PTM sudah harus dilakukan, maka PTK juga harus divaksin demi keselamatan dan kesehatan warga sekolah.
"Kini, cakupan vaksinasi PTK mempengaruhi jumlah kapasitas peserta didik yang mengikuti PTM terbatas. Selain itu, untuk mengajar PTM terbatas PTK harus divaksinasi,” tutur Budi di Jakarta.
Lebih lanjut, dalam SKB Empat Menteri terbaru juga mengatur soal penghentian PTM terbatas apabila ada temuan kasus konfirmasi Covid-19. Budi menjelaskan jika SKB terdahulu mengatur ditutupnya sekolah dan menghentikan sementara PTM terbatas paling cepat 3x24 jam apabila ada temuan kasus konfirmasi Covid-19.
Baca Juga: Ajak Anak Vaksinasi COVID-19, KPAI Minta Jangan Gunakan Kata 'Suntik'
SKB yang baru mengatur penghentian yang lebih lama, yakni 14x24 jam untuk menjamin keamanan bersama.
"Penghentian PTM terbatas dilakukan jika terdapat klaster penularan Covid-19, angka positivity rate hasil ACF di atas 5 persen, dan warga satuan pendidikan yang masuk dalam notifikasi kasus hitam diatas 5 persen," ucap Budi.
Hal tersebut dapat terpantau dari dashboard yang dapat diakses sekolah dan pihak terkait. Apabila setelah dilakukan surveilans, bukan merupakan klaster PTM terbatas atau angka positivity rate di bawah 5 persen, PTM terbatas hanya dihentikan pada kelompok belajar yang terdapat kasus konfirmasi atau kontak erat Covid-19 selama 5x24 jam.
Pemerintah daerah dan pihak lainnya yang memiliki akses dapat memantau status kondisi sekolah secara detil pada laman https://sekolahaman.kemkes.go.id/ dan https://madrasahaman.kemkes.go.id/.