Suara.com - Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf mengatakan, untuk sementara pihaknya mendukung rencana Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi untuk meniadakan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa pada kurikulum 2022.
Alasannya, belakangan banyak pelajar yang kemudian berpindah jurusan. Termasuk ketika mereka lulus dari tingkat sekolah menengah atas dan masuk perguruan tinggi.
Alhasil, para pelajar harus mengulang kembali pelajaran dari awal karena berbeda jurusan saat masuk kuliah.
"Sementara kita mendukung rencana membuka jurusan. Karena pada kenyataannya juga banyak anak yang pindah jurusan," kata Dede kepada wartawan, Kamis (23/12/2021).
Baca Juga: Kemendikbudristek Siapkan Kurikulum Prototipe 2022, Beri Keleluasaan Guru
Kendati mendukung untuk sementara waktu, Dede mengingatkan agar Kemendikbudristek benar-benar melakukan kajian mendalam sebelum menerapkan rencana tersebut.
"Hanya perlu perencanaan dan kajian akademik yang matang soal ini. Karena untuk mengubah tidak bisa dilakukan dalam setahun dua tahun saja," ujar Dede.
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo menyampaikan kalau jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa akan ditiadakan pada kurikulum 2022. Nantinya pelajar kelas 11 dan 12 boleh memilih sendiri mata pelajaran yang sesuai dengan minatnya.
"Alih-alih dikotakkan ke dalam jurusan IPA, IPS dan Bahasa, siswa kelas 11 dan 12 akan boleh meramu sendiri kombinasi mata pelajaran yang sesuai dengan minatnya," kata Anindito kepada wartawan, Rabu (21/12/2021).
Anindito mencontohkan semisal ada siswa yang ingin menjadi insinyur, maka ia boleh mengambil matematika lanjutan dan fisika lanjutan, tanpa harus mengambil biologi.
Baca Juga: Tahun Depan, Tidak Ada Jurusan IPA, IPS dan Bahasa Bagi Siswa SMA
Meski demikian, siswa tersebut juga boleh mengkombinasikan dengan mata pelajaran IPS, Bahasa dan kecakapan hidup yang sejalan dengan minat dan rencana karirnya.
Kurikulum tersebut dinamakan prototipe. Ia menyebut kalau kurikulum itu bersifat opsional.
"Kurikulum prototipe hanya akan diterapkan di satuan pendidikan yang berminat untuk menggunakannya sebagai alat untuk melakukan transformasi pembelajaran," ujarnya.
Anindito menerangkan kalau kurikulum prototipe tersebut memang dirancang untuk memberikan ruang yang lebih banyak bagi pengembangan karakter dan kompetensi siswa.
"Di jenjang SMA, hal ini berarti memberi kesempatan pada siswa untuk menekuni minatnya secara lebih fleksibel," katanya.