Suara.com - Wakil Presiden Ma'ruf Amin sempat ditanya pandangannya terkait kriteria Rais Aam PBNU. Menjawab itu, Ma'ruf kembali mengulas soal kriteria seorang Rais Aam yang pernah ia sampaikan saat Muktamar ke-33 NU di Jombang pada 2015 lalu.
Hal tersebut disampaikannya usai menjadi pembicara kunci pada peluncuran Buku Historiografi Khittah dan Politik Nahdlatul Ulama karya Ahmad Baso serta Kitab Tukhfatul Qosi Waddani, Biografi Syekh Nawawi Al Bantani karya K.H. Zulfa Mustafa di Lampung, Rabu (22/12/2021).
Setidaknya terdapat 4 kriteria Rais Aam PBNU yang dulu pernah disampaikan Ma'ruf.
"Kalau Rais Aam saya pernah membuat (kriteria) itu di Muktamar Jombang, minimal ada 4 (empat) kriteria," kata Ma'ruf.
Baca Juga: Ma'ruf Amin: Perlu Ada Pelurusan Makna Khittah NU tidak Boleh Berpolitik Praktis
Kriteria pertama, Ma'ruf adalah fakih, yakni memahami dengan baik aturan dan syariat Islam sebagai dasar dalam menyelesaikan berbagai permasalahan.
"Dia harus fakih. Kalau tidak fakih bagaimana dia menyelesaikan persoalan, tidak ada patokannya," tegasnya.
Kemudian yang kedua ialah munaddzim atau organisator. Menurutnya, seorang Rais Aam harus mengerti ilmu berorganisasi, karena NU yang dipimpinnya merupakan sebuah organisasi.
"NU itu organisasi. Jadi seorang pemimpin tertinggi harus mengerti organisasi," sebutnya.
Kemudian, Ma'ruf menuturkan seorang Rais Aam PBNU juga harus muharrik yakni menjadi penggerak.
Baca Juga: Sidang Pleno Pembahasan Tatib Muktamar NU Sempat Diwarnai Ketegangan
"Dia harus bisa menggerakkan. Sebab NU itu adalah gerakan ulama dalam memperbaiki umat, dalam rangka meng-islah-kan. Karena (bentuknya) gerakan, dia harus menjadi seorang penggerak," ujarnya.
Kriteria terakhir, kata Ma’ruf, seorang Rais Aam adalah wira’i. Menurutnya, seorang Rais ‘Aam harus memiliki sifat wara' yakni senantiasa menjauhkan diri dari maksiat dan perkara syubhat (tidak jelas halal dan haramnya) yang dapat menimbulkan dosa.
"Karena itu memang saya katakan Rais Aam itu bukan sekedar posisi struktur organisasi tetapi Rais Aam itu maqam (berkedudukan tinggi). Di NU itu maqam," ujarnya.
Kendati demikian, meskipun terpilih sebagai Rais Aam pada Muktamar Jombang saat itu, Ma'ruf mengakui bahwa dirinya bukanlah sosok sohibul maqam (orang yang berkedudukan tinggi). Dengan merendah ia pun mengatakan bahwa dirinya dipilih sebagai Rais ‘Aam saat itu karena darurat.
"Makanya ketika saya jadi Rais Aam itu saya bilang, saya ini Rais Aam Dhoruri, darurat saja," pungkasnya.
Pemilihan Ketum dan Rais Aam PBNU
Sebelumnya, pelaksanaan Muktamar NU ke-34 dibuka Rabu (22/12/2021). Muktamar NU tersebut bakal menggelar pemilihan Ketua Umum atau Ketum PBNU dan Rais Aam.
Perbedaannya, Rais Aam bakal dipilih dengan mekanisme Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA).
"Untuk pemilihan Rais Aam dilakukan oleh Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) yang terdiri dari 9 ulama sepuh. AHWA diusulkan oleh muktamirin," kata Sekretaris Panitia Pengarah Muktamar NU, Asrorun Niam melansir Sumselupdate.com—jaringan Suara.com—Rabu (22/12/2021).
Ketua umum dipilih secara langsung oleh muktamirin atau peserta muktamar. Pemilihan digelar setelah melalui serangkaian proses Muktamar NU.
"Kalau ketua umum, dipilih secara langsung setelah melalui tahap penjaringan dan pencalonan," ujar Niam.
"Setelah diperoleh calon yang memenuhi syarat, dimintakan persetujuan Rais Aam terpilih," sambung dia.
Ketentuan mengenai pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU juga diatur dalam AD/ART NU Hasil Muktamar ke-33 NU di Jombang, sebagai berikut:
Pasal 40
(1) Pemilihan dan penetapan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
- Rais 'Aam dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat dengan sistem Ahlul Halli wal 'Aqdi.
- Ahlul Halli wal 'Aqdi terdiri dari 9 orang ulama yang ditetapkan secara langsung dalam muktamar.
- Kriteria ulama yang dipilih menjadi Ahlul Halli wal 'Aqdi adalah sebagai berikut: beraqidah Ahlussunnah wal Jama’ah Annahdliyah, bersikap adil, 'alim, memiliki integritas moral, tawadlu', berpengaruh dan memiliki pengetahuan untuk memilih pemimpin yang munadzdzim dan muharrik serta wara' dan zuhud.
- Wakil Rais 'Aam ditunjuk oleh Rais 'Aam terpilih
- Ketua Umum dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Muktamar, dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetujuan dari Rais ‘Aam terpilih.
- Wakil Ketua Umum ditunjuk oleh Ketua Umum terpilih