Suara.com - Belarusia mengklaim sekelompok orang telah merusak kedutaan besarnya di London dan secara fisik menyerang seorang diplomat hingga menyebabkan luka serius.
Menyadur Radio Free Europe, Polisi Metropolitan London mengatakan para petugas mendapat laporan adanya gangguan di luar misi diplomatik pada 19 Desember.
Polisi mengungkapkan jika seorang anggota staf diplomatik Belarusia melaporkan jika telah diserang hingga menyebabkan cedera di bagian wajah.
Polisi kemudian menangkap seorang pria pada 20 Desember di dekat Kedutaan Besar Belarusia di London dan menambahkan bahwa penyelidikan masih berlanjut.
Baca Juga: Bursa Transfer Segera Dibuka, Klopp Enggan Datangkan Pemain yang Belum Divaksin
Menurut Kementerian Luar Negeri Belarusia, diplomat yang mengalami penyerangan tersebut mengalami patah di bagian hidung, gegar otak ringan, dan gigi patah.
"Seorang diplomat Belarusia terluka parah setelah kedutaan besar Belarusia di London diserang pada Minggu, 19 Desember 2021," ungkap laporan kantor berita Belta pada Senin (20/12/2021), mengutip Kementerian Luar Negeri Belarusia.
Kementerian Luar Negeri Belarusia mengatakan telah memanggil kuasa usaha Inggris di Minsk dan mengajukan protes keras setelah terjadinya penyerangan tersebut.
Belarusia menuntut penyelidikan menyeluruh atas insiden tersebut dan mengatakan para pelaku serangan yang dituduhkan harus dibawa ke pengadilan.
Kementerian Luar Negeri Belarusia mengatakan para penyerang diduga berasal dari sebuah kelompok emigran radikal bernama Nadzeya.
Baca Juga: Chelsea Diterjang Badai COVID-19, Tuchel Kecewa Berat Laga Kontra Wolves Tak Ditunda
Sebuah grup Facebook dengan nama yang sama dengan kelompok radikal Nadzeya mengatakan bahwa mereka tidak ada hubungannya dengan penyerangan tersebut.
Kelompok Nadzeya sering dikaitkan dengan oposisi politik Belarusia di tengah tindakan keras yang sedang berlangsung terhadap perbedaan pendapat setelah pemilihan presiden.
Pemilihan presiden yang digelar tahun lalu tersebut disengketakan setelah Alyaksandr Lukashenka kembali mendapatkan masa jabatan keenam berturut-turut. Politisi dan aktivis oposisi mengatakan pemungutan suara itu dicurangi.
Sejak saat itu, negara Barat menolak untuk mengakui Lukashenka sebagai pemimpin sah Belarusia, dan memberlakukan beberapa sanksi pada rezimnya.
Negara-negara Barat juga menuduh Belarus telah merekayasa masuknya migran di perbatasannya dengan anggota UE Latvia, Lithuania, dan Polandia.