Suara.com - Pada Rabu, 30 Desember 2020, pemerintah mengumumkan pembubaran dan pelarangan organisasi Front Pembela Islam.
Semenjak itu, salah satu organisasi berpengaruh ini tidak boleh menunjukkan simbol dan atribut organisasi, apalagi melakukan aktivitas. Pembubaran itu melalui Surat Keputusan Bersama enam menteri dan kepala lembaga.
Jumlah anggota organisasi yang didirikan Habib Rizieq Shihab dan kawan-kawannya di Tangerang Selatan pada tahun 1998 tak sedikit, meskipun belum ada data pasti. Mereka tersebar di berbagai daerah. Yang menjadi pertanyaan, kemana ribuan anggota FPI setelah dibubarkan?
Zaenal Petir kebetulan sedang tak banyak pekerjaan ketika jurnalis Suara.com menghubunginya melalui telepon seluler. Salah seorang mantan tokoh FPI Jawa Tengah ini sedang berada di Semarang ketika itu. Dia baru saja dari Tegal.
Baca Juga: Ustaz Cabul Dikenal Warga Eks Ketua Ranting FPI Cipete, Polisi: Kita Tidak Melihat Itu
Dia banyak menceritakan duduk perkara hukum mengenai pelarangan terhadap FPI. Demikian pula polemiknya.
Mengenai kemana mantan anggota FPI setelah rumah mereka dilarang berdiri oleh pemerintah, kata Zaenal Petir, sejak awal, semua keputusan sudah diserahkan kepada masing-masing orang.
“Mau ke ormas mana atau bentuk baru, itu kan tidak ada larangan karena dijamin konstitusi kita.”
Zaenal Petir juga menjelaskan sejumlah perundang-undangan yang memberikan jaminan kebebasan berkumpul dan berpendapat bagi setiap warga negara. Pada intinya dia ingin menekankan bahwa mantan anggota FPI berhak membentuk organisasi baru.
Pemerintah Indonesia, kata Zaenal Petir, membutuhkan keberadaan organisasi kemasyarakatan “karena fungsi ormas baik dan mulia.”
Baca Juga: Kesaksian Warga Soal Ustaz Cabul di Tangerang Mantan Ketua Ranting FPI Cipete
Para mantan tokoh FPI kembali mendeklarasikan organisasi baru pada 2021. Singkatannya mirip-mirip wadah lama mereka. Kepanjangannya Front Persaudaraan Islam.
Organisasi itu dipimpin Ahmad Qurthubi Jaelani, seorang tokoh Banten. Asas organisasi mereka yaitu Islam dan asas kebangsaannya Pancasila.
Anggota FPI yang lama kini berkumpul di sana.
Zaenal Petir lebih menjelaskan kiprah FPI yang lama. Di antaranya yang disebutkan Zaenal Petir, membantu orang-orang yang tertimpa musibah dan “tugas pokok” memberantas kemaksiatan.
Senapas dengan Zaenal Petir, Novel Bamukmin melalui Whatsapp mengatakan kepada Suara.com bahwa anggota FPI yang lama sekarang sudah bergabung dalam organisasi Front Persaudaraan Islam.
“Nggak kemana-mana, mas, masih di FPI yang baru.”
Novel Bamukmin dulu seorang sekretaris jenderal Dewan Pimpinan Daerah FPI Jakarta, sekarang dia menjadi wakil sekretaris Persaudaraan Alumni 212.
Ketika Suara.com menyebut “mantan anggota FPI,” Novel Bamukmin tidak sependapat karena menurut dia “Nggak ada mantan. Cuma ganti baju doang. Front Persaudaraan Islam.”
Tokoh sentral mereka, Habib Rizieq Shihab, kini dipenjara dalam kasus tes usap di RS Ummi Bogor.
Walaupun Rizieq berada dalam penjara, kata Novel, tidak menyurutkan semangat pendukung. Yang terjadi sebagaimana dikatakan Novel, justru sebaliknya. “Insya Allah mereka justru semakin terpacu semangatnya,” kata Novel.
Pandangan setelah FPI dilarang
Ketika masih eksis, FPI banyak melakukan kegiatan sosial kemanusiaan. Salah satu yang diceritakan Zaenal Petir, hampir tiap kali ada bencana alam, mereka terutama yang di daerah-daerah sering turun ke lapangan. Menggalang dana dan menyalurkan bantuan kepada keluarga korban.
“Sekarang kan sedang marak musibah bencana yang bertubi-tubi, ini biasanya FPI paling terdepan membantu. Ketika terjadi seperti sekarang ini, masyarakat akan membutuhkan kehadiran teman-teman FPI.”
Mereka juga sering “bertindak tegas” dalam apa yang disebut Zaenal Petir sebagai pemberantasan penyakit masyarakat.
“Kaitan amar maruf nahi munkar, temen-temen paling getol pemberatasan narkoba, miras, perjudian, prostitusi yang. Kami eliminir bagaimana supaya penyakit masyarakat tidak frontal, syukur-syukur tidak ada di bumi Indonesia tercinta ini.”
“Itu kerja pokok dari FPI. FPI sebenarnya bantu pemerintah.”
Tapi sekarang FPI dilarang beraktivitas oleh pemerintah dan Zaenal Petir amat menyayangkannya.
Sebab, sejak FPI dilarang berkegiatan, kata Zaenal Petir, “terjadi kekosongan, sekarang judi, prositusi dan lain-lain merajalela. Kalau pemerintah bisa melakukan mungkin tanpa kehadiran FPI sudah bisa, tapi ternyata kedodoran, kan.”
Belum bersikap jelang pilpres
Basis massa organisasi yang dulu didirikan Habib Rizieq Shihab ini tidak dapat dianggap sepele. Kekuatan terbesar berada di Jakarta.
Boleh jadi, mereka juga diincar kalangan politik untuk meraup suara menjelang pemilu.
Menurut Zaenal Petir, “Temen-temen FPI sebetulnya lebih fokus pada politik amar maruf nahi mungkar. Bukan politik pemilu.”
Akan tetapi, kata Zaenal Petir, tiap-tiap mantan anggota maupun mantan pengurus FPI memiliki hak untuk ikut berpolitik praktis. Masing-masing bebas menentukan pilihan.
Menurut pandangan Zaenal Petir para mantan anggota FPI sejauh ini belum menentukan siapa tokoh yang akan dipilih menjadi calon presiden 2024. Masih tentatif.
“Ini kalau bicara politik, ini bisa berubah sewaktu-waktu, masih lama. Tunggu dulu aja, mana yang kira-kira yang bisa mensejahterakan umat. Mana yang punya semangat mengeliminir kemaksiatan.”
Tapi Zainal Petir meyakini para mantan anggota FPI hanya akan mendukung tokoh yang “mendekati visi misi dari maruf nahi mungkar, kita melihat itu nanti. Pemimpin yang tidak membikin gaduh negara. Pemimpin yang bisa melindungi semua umat.”
Sejauh ini, FPI yang baru belum mengeluarkan kesepakatan mengenai sikap politik jelang pemilu 2024.
Analis politik Arif Nurul Imam sudah memprediksi sejak awal bahwa mantan anggota FPI akan mencari kanal baru, atau organisasi yang ideologinya mirip-mirip FPI lama.
Hal itu, menurut Imam, menggambarkan bahwa organisasi memang bisa dibubarkan, tetapi ideologi tidak bisa dimatikan.
“Ideologi yang dianggap bertentangan, harus dilakukan deideologisasi. Mengenai tingkat keberhasilannya, tentu tergantung strategi dan pendekatan yang diambil. Tentu pula tidak ada yang berhasil 100 persen. Tapi seberapapun hasilnya, tentu langkah itu perlu dilakukan.”
Imam tidak berani menyimpulkan apakah wadah baru mantan anggota FPI nanti akan sekuat dan seberpengaruh kelompok yang lama.
Menentukan sebuah organisasi berpengaruh, kata Imam, variabelnya banyak.
“Bisa berpengaruh kalau dapat ruang politik. Kalau dirasakan manfaatnya banyak, akan memiliki daya pengaruh.”
“Tapi kalau cuma vakum tentu nilai tawarnya juga rendah. Apalagi FPI tidak mempunyai tokoh sentral seperti HRS yang kini dipenjara. Ketokohan HRS belum tergantikan anggota FPI yang lain. Kalaupun ada penggantinya saya duga tidak signifikan.”
Imam menyebut anggota FPI terbanyak berada di Ibu Kota Jakarta.
“DKI besar jumlahnya, daerah tidak. Cuma mereka ini kan vokal.”
Dalam kaitan dengan pemilu presiden 2024, menurut pandangan Imam, posisi mantan anggota FPI masih wait and see. Mereka masih melihat perkembangan politik.
“Kalau berlabuh ke partai, tentu partai yang bisa suarakan anggota dan simpatisan. Tentu saja partai berbasis Islam.”
Demikian pula siapa calon presiden yang akan didukung kelak. Mantan anggota FPI belum menentukan sikap.
“Kalau capres masih tentatif, karena kita juga belum tahu siapa yang maju. Masih bakal calon,” kata Imam.