Apa Hukuman Kasus Suap yang Berlaku di Indonesia?

Rifan Aditya Suara.Com
Jum'at, 17 Desember 2021 | 15:04 WIB
Apa Hukuman Kasus Suap yang Berlaku di Indonesia?
Apa Hukuman Kasus Suap yang Berlaku di Indonesia? - Ilustrasi suap (depositphotos)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus suap-menyuap di Indonesia kembali terjadi. Baru-baru ini, Rachel Vennya dan staf DPR, Ovelina Pratiwi terjerat kasus suap. Lantas bagaimana hukuman kasus suap yang berlaku di Indonesia?

Lantas, sebenarnya apa hukuman kasus suap? Melansir sebuah jurnal yang berjudul "Penegakan Hukum dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Suap Menyuap dan Gratifikasi di Indonesia" (2021), tindak pidana suap sebenarnya sudah lama diatur di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Bahkan sejak jaman kolonial Belanda, larangan mengenai pemberian dan penerimaan suap  sudah diatur di dalam Wetboek Van Strafrecht (WvS). Begitu pula pada saat WvS diadopsi menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tindak pidana suap-menyuap juga tetap diatur sebagai perbuatan yang dilarang di Indonesia sampai dengan saat ini sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUTPK). 

Dilansir dari jurnal yang sama, hal yang menjadi permasalahan dalam penegakan hukum tindak pidana suap-menyuap di Indonesia bahwa faktanya selama ini penegakan hukum atas tindakan suap-menyuap hanya berlaku di sektor publik saja.

Baca Juga: ISESS Minta Polri Transparan Usut Kasus Pungli Bebas Karantina Rachel Vennya

Sementara itu, ada begitu banyak kejadian suap-menyuap di sektor swasta (privat) yang tidak pernah tersentuh oleh penegak hukum. Kasus suap-menyuap di sektor swasta (privat) memang belum pernah diatur secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. 

Adapun peraturan perundang-undangan yang dapat diterapkan pada kasus suap-menyuap di sektor swasta adalah ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Didalamnya juga diatur bentuk hukuman kasus suap.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap tidak memiliki rumusan pasal yang merujuk pada pejabat publik sebagai subyek yang dapat dikenai ketentuan tersebut. Sebagai penjelasan, dalam Undang-Undang tersebut merumuskan perbuatan suap-menyuap aktif sebagai berikut:

"Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp 15.000.000".

Sementara itu, untuk perbuatan suap-menyuap pasif, Undang-Undang tersebut  merumuskan sebagai berikut:

Baca Juga: Rachel Vennya Sogok Satgas Covid Agar Lolos Karantina, Polda: Itu Sudah Diusut

"Barangsiapa yang menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu  dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 tahun atau denda  sebanyak-banyaknya Rp 15.000.000".

Jadi, bagaimana hukuman yang akan dijatuhkan pada kasus suap di Indonesia? Dapat disimpulkan bahwa ancaman hukuman kasus suap dapat bersifat alternatif dengan menjatuhkan salah satu jenis hukuman, pidana atau denda. Atau bisa juga bersifat kumulatif  dengan menjatuhkan hukuman pidana dan hukuman denda secara bersamaan.

Kasus Suap Rachel Vennya

Perlu kalian ketahui, Rachel Vennya diketahui menyetor uang sebesar Rp 40 juta demi bebas karantina Covid-19. Uang tersebut dikirim Rachel ke Ovelina via rekening atas nama Kania, sebelum Rachel dan rombongan tiba di Indonesia. Namun ternyata, baik Rachel maupin Ovelina tidak bisa dijerat UU Tipikor karena Ovelina bukan PNS.

Hal ini tentu saja menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat luas. Bahkan mantan juru bicara (jubir) KPK Febri Diansyah juga ikut menyoroti istilah 'PNS' yang tidak bisa dijerat dengan UU Tipikor tersebut.

Pandangan itu disampaikan oleh Febri lewat akun Twitter pribadinya yaitu @febridiansyah (15/12/2021). Febri mengatakan bahwa di dalam UU Tipikor, bukan hanya PNS yang bisa diproses dengan Undang-undang ini. Febri menuliskan:

"Untuk memahami secara tepat, kita perlu baca pasal-pasal tentang suap di UU Tipikor. Pemberi: Pasal 5 ayat (1), 13. Penerima: Pasal 5 (2), 11, 12a, atau 12b. Apakah hanya PNS yang bisa diproses dengan sangkaan menerima suap? TIDAK. Karena subjek hukumnya: Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara".

Seperti itulah penjelasan tentang hukuman kasus suap yang berlaku di Indonesia. Apakah kasus selebgram Rachel Vennya dan staf DPR, Ovelina Pratiwi akan diadili sesuai peraturan yang berlaku tersebut?

Kontributor : Rishna Maulina Pratama

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI